Pemudik Meninggal Saat Terjebak Kemacetan, Daisy: Pemerintah Kecolongan
Adanya korban jiwa saat mudik kemacetan di ruas tol menunjukkan betapa pemerintah tidak benar-benar menghitung risiko yang terjadi
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sosiolog Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmin menilai pemerintah dinilai tidak siap untuk mengantisipasi lonjakan pemudik pada arus mudik lebaran 2016 kali ini.
Menurut dia, adanya korban jiwa saat mudik kemacetan di ruas tol menunjukkan betapa pemerintah tidak benar-benar menghitung risiko yang terjadi kepada para pemudik yang melewati ruas tol.
“Kalau saya bilang, ini pemerintah kecolongan karena harus sampai memakan korban jiwa di dalam ruas tol. Kejadian ini tidak boleh terulang kembali di tahun mendatang,” ujarnya saat dihubungi, Jakarta, Minggu (10/7/2016)
Pemerintah, kata Daisy seharusnya dapat menghitung per kilometer kebutuhan masyarakat untuk istirahat, baik di dalam tol atau di jalur arteri, sehingga kenyamanan masyarakat saat mudik dapat tercipta.
Begitu juga dengan posko kesehatan yang sudah seharusnya disediakan oleh pemerintah di titik-titik kemacetan yang ada.
Sehingga pemudik tidak perlu menempuh jarak yang panjang ketika sudah keluar dari tol ataupun masih di dalam tol.
“Posko kesehatan juga sebenarnya bisa dihitung. Berapa lama masyarakat bisa mendapatkan akses kesehatan, sehingga tidak perlu ada korban jiwa saat macet panjang terjadi,” tambahnya.
Hal yang sama juga dilontarkan oleh Pengamat Sosial Universitas Padjajaran, Yusar yang mengatakan bahwa kejadian di Tol Brexit adalah kejadian luar biasa yang harus menjadi perhatian lebih pemerintah.
“Ini memang kejadian yang spektakuler karena harus menelan korban jiwa saat macet, bukan karena kecelakaan,” jelasnya saat dihubungi.
Pemerintah diminta untuk benar-benar mengevaluasi apa yang telah terjadi selama arus mudik dan arus balik lebaran 2016 untuk menjadi pelajaran di tahun berikutnya.
Dia mencotohkan ketika keluar tol Brebes Timur, terdapat penyempitan jalan (Bottle Neck) yang harus dilewati pemudik, meski bukan hal yang baru dalam konteks kemacetan saat lebaran, Yusar mengatakan bahwa seharusnya pemerintah sudah belajar dari pengalaman sebelumnya.
“Tahun lalu memang ada kemacetan hingga 40 kilometer, tapi seburuk saat ini. Harus ada evaluasi besar,” tambahnya.
Meski begitu, Yusar menyampaikan apresasinya kepada pemerintah karena berhasil mengurangi angka kecelakaan dari tahun lalu dan perbaikan tersebut yang dipandang harus terus dilakukan oleh pembuat kebijakan.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, kemacetan akibat penumpukan di tempat istirahat tak bisa dihindari. Karena selama arus mudik dan arus balik tercatat jumlah kendaraan terbanyak di jalan tol.
"Ini tidak akan bisa dihindari. Karena memang ada 1,6 juta mobil yang meninggalkan Jabodetabek ke wilayah Jawa. Di rest area sendiri misalnya sudah ada 100 toilet, tapi pasti tidak akan cukup," kata Basuki, Minggu (10/7/2016).
Basuki mengibaratkan arus mudik dan arus balik Lebaran layaknya seperti ibadah haji yang dijubeli jutaan manusia.
"Kalau ada kepadatan menurut saya karena memang seperti orang naik haji. Jadi dalam satu waktu, sama dengan the greatest festival. Ini bukan alasan ," ungkap Basuki.