Ketua Komisi III Minta Polri Ungkap Jumlah Korban Predator Balita
Rentang waktu praktik Kejahatan vaksin palsu sangat panjang, karena baru terkuak pada paruh pertama 2016 ini.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunmews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo meminta Polri menyelidiki skandal vaksin palsu mulai dari awal. Sebab, kejahatan yang terkoordinasi ini sudah berlangsung sejak 2003.
Rentang waktu praktik Kejahatan vaksin palsu sangat panjang, karena baru terkuak pada paruh pertama 2016 ini.
"Ada sekumpulan predator Balita dibalik skandal layanan medis ini," kata Bambang melalui pesan singkat, Senin (18/7/2016).
Bambang menilai kasus pemberian vaksin palsu untuk bayi dibawah lima tahun (Balita) harus dilihat sebagai skandal layanan medis paling mengerikan yang pernah terjadi di negara ini.
Hingga akhir pekan lalu, kata Bambang, Mabes Polri sudah menetapkan tiga dokter sebagai tersangka, dari total puluhan tersangka. Identitas 14 rumah sakit pengguna vaksin palsu dan delapan bidan pemberi vaksin palsu sudah diungkap .
"Skandal ini patut dikategorikan sebagai kejahatan yang sangat mengerikan karena sebagian besar tersangka pelaku justru memiliki keahlian di bidang pelayanan medis," kata Politikus Golkar itu.
Selama belasan tahun, lanjut Bambang, para predator Balita itu menyuntikan vaksin palsu kepada ribuan Balita di belasan provinsi.
Menurut Bambang, jumlah tersangka seharusnya memang terus bertambah karena pengusutan kasus ini belum tuntas. Apalagi, produksi, distribusi dan pemberian vaksin palsu kepada Balita sudah berlangsung sejak tahun 2003. Mengungkap peran dan keterlibatan para tersangka saja tidak cukup. "Untuk kejahatan yang satu ini, penyelidikan polisi harus komprehensif," katanya.
Bambang mengatakan Mabes Polri telah mengakui bahwa proses pengungkapan kasus ini berawal langkah polisi mendalami laporan masyarakat tentang kematian sejumlah bayi setelah diimunisasi.
Maka, untuk untuk memberi gambaran kepada publik tentang dampak kejahatan ini, Bareskrim Polri layak untuk mengungkap jumlah korban selama ini, termasuk dampak lain bagi Balita yang menerima vaksin palsu.
"Wilayah peredarannya bisa saja mencapai lebih dari 17 provinsi," imbuhnya.
Ia mengatakan Presiden Joko Widodo sudah menggambarkan kasus ini sebagai kejahatan luar biasa. Maka, penyelidikan oleh Polri tidak boleh setengah-setengah. Kasus-kasus vaksin palsu terdahulu yang proses hukumnya tidak wajar harus dibuka kembali.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.