Kapolri Sudah Baca Curhatan Freddy Budiman Soal Uang Setoran ke BNN dan Polri
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian pun sudah membaca informasi tersebut.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak kemarin malam cerita soal Freddy Budiman yang curhat ke Koordinator KontraS, Haris Azhar bahwa dirinya memberikan sejumlah setoran hingga miliaran ke BNN dan pejabat Polri, beredar luas.
Adanya informasi ini sudah dibenarkan oleh pihak KontraS dan Haris Azhar sendiri.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian pun sudah membaca informasi tersebut.
"Ya saya sudah baca soal informasi yang beredar itu, ramai sekali," kata Tito, Jumat (29/7/2016) di Mabes Polri.
Jenderal bintang empat ini menuturkan cerita yang disebarkan oleh Haris itu adalah informasi dan bukan bukti.
Sehingga menurut Tito hingga kini belum bisa disimpulkan apakah cerita itu memang benar terjadi atau hanya alasan Freddy untuk menunda eksekusi.
"Yang beredar di viral itu informasi tidak jelas, ada disebut Polisi ada BNN. Ini formasi, kalau bukti itu harus jelas ada namanya siapa. Jadi yang di viral itu informasi bukan kesaksian. Kalau kesaksian itu ada yang melihat, mendengar dan mengetahui. Kalau ini kan dia hanya menerima informasi," ujarnya.
Untuk diketahui, Koordinator KontraS, Haris Azhar dalam pesan singkatnya menceritakan bagaimana tereksekusi mati, Freddy Budiman pernah mengungkapkan dirinya memberi sejumlah uang kepada BNN sebagai 'Uang Setor' bisnis narkobanya.
"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang 450 Miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 Miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri," ujar Fredi kepada Harris sebelum dieksekusi.
"Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun,” cerita Haris soal pernyataan Freddy, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Harris melanjutkan bahwa BNN juga pernah diberitahu mengenai keberadaan pabrik narkoba yang berada di Cina oleh Freddy, namun petugas BNN tidak dapat melakukan apapun dan akhirnya kembali ke Indonesia.
Dari keuntungan penjualan, Freddy mengatakan dapat membagi-bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu, termasuk Mabes Polri untuk mengamankan bisnis narkobanya.
Haris mengakui ada yang tidak benar saat mengunjungi Freddy Budiman di Lapas Nusakambangan pada 2014 lalu karena tidak ada satupun Closed Circuit Television (CCTV) di dalam penjara Freddy.
"Saya mengangap ini aneh, hingga muncul pertanyaan, kenapa pihak BNN berkeberatan adanya kamera yang mengawasi Freddy Budiman? Bukankah status Freddy Budiman sebagai penjahat kelas “kakap” justru harus diawasi secara ketat?" katanya.
Hingga pada akhirnya Freddy mengungkapkan bahwa dirinya hanya sebagai pihak yang selalu diperas oleh penegak hukum meski tetap 'diamankan' dalam melakukan bisnis narkoba.