Dua Jam Freddy Budiman Curhat soal Bisnis Narkoba hingga Suap ke Penegak Hukum
Haris Azhar buka-bukaan tentang pertemuannya dengan terpidana mati Freddy Budiman yang mengaku setor ke oknum BNN dan Polri hingga ratusan miliar.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator KontraS Haris Azhar buka-bukaan tentang pertemuannya dengan terpidana mati Freddy Budiman yang mengaku setor ke oknum BNN dan Polri hingga ratusan miliar rupiah.
Pengakuan tersebut disampaikan Freddy kepada Haris Azhar saat Haris membesuk Freddy di Lapas Nusakambangan pada tahun 2014.
Haris menceritakan, pertemuannya dengan Freddy di Lapas Batu Nusakambangan bermula saat mendapatkan undangan dari Yani, seorang suster dari organisasi gereja yang biasa memberikan pelayanan rohani di Lapas Batu Nusakambangan pada saat masa kampanye Pilpres 2014.
Dan Yani merupakan sahabat dari Andreas.
"Pak Andreas ini sahabat KontraS yang biasa mendampingi kami," jelas Haris dalam jumpa pers di Kantor KOntraS, Jumat (29/7/2016) malam.
Saat itu, Haris bersedia memenuhi undangan Suster Yani sekaligus untuk meneliti dugaan rekayasa kasus yang menimpa terpidana mati Yusman Telaumbanua, bocah 16 tahun dan Rasula Hia yang divonis mati karena dianggap bersalah dalam kasus pembunuhan tiga orang majikannya di Nias, Sumut pada 2012.
Haris mengisahkan, saat itu datang bersama Suster Yani dan Andreas ke Lapas Batu Nusakambangan. Ketiganya tak langsung menemui kedua terpidana mati tersebut. Namun, menemui dahulu Kepala Lapas Batu Nusakambangan saat itu, Liberty Sitinjak.
Setelah pertemuan itu, Haris bersama Suster Yani dan Andreas ingin menemui Yusman dan Rasula di sebuah ruang pertemuan.
Sebelum itu, Haris diminta petugas untuk mengisi buku tamu dan menyerahkan sejumlah barang elektronik ke petugas sebagaimana aturan Lapas, seperti tas dan telepon genggam.
Haris masih ingat, dia melewati sebuah lorong sebelum menuju ke ruang pertemuan.
"Saya masuk ke lorong itu, kemudian ruangannya belok kiri. Dan ruangannya (disekat) setengah kaca," ungkapnya.
Di ruangan itu, Haris dipertemukan dengan Yusman, terpidana kasus pembunuhan berencana bos PT Sanex Jhon Kei, dan Freddy Budiman secara bergantian.
Pertemuan Haris dan Freddy dikarenakan permintaan Freddy sendiri sebagaimana disampaikannya kepad Suster Yani.
Haris pun masih ingat, siapa saja orang-orang yang menjadi saksi pertemuan dan obrolannya dengan Freddy Budiman. Mereka adalah, John Kei, Suster Yani, Andreas dan Liberty Sitinjak selaku pimpinan lapas.
Bahkan, Sitinjak sendiri yang mengawal para napi tersebut saat memasuki ruang pertemuan.
"Ada Pak Sitinjak di situ nengawasi," tandasnya.
"Saat itu Freddy pakai baju tahanan. Saya jadi ingat karena sempat lihat gaya baju dia di tv kalau pakai baju tahanannya suka dibuka kancingnya. Karena saat ketemu begitu juga, saya lihat ternyata karena perutnya gede banget. Makanya nggak bisa dikancing bajunya. Waktu itu, rambutnya masih hitam, belum diwarnai," sambungnya.
Haris mengaku mengobrol dengan Freddy di ruangan itu hampir dua jam pada saat hari menjelang siang kala itu. Saat itu, Freddy mengaku hendak mengungkapkan tentang apa yang dialaminya.
"Saya juga kaget ternyata di ruangan itu dipertemukan dengan Freddy Budiman dan Jhon Kei," jelasnya.
Menurut Haris, Freddy mengawali pertemuan dengan pernyataan, "Pak Haris, saya bukan orang yang takut mati. Saya siap menerima risiko dihukum mati karena kejahatan saya. Saya juga kecewa dengan para pejabat dan penegak hukumnya. Karena ini yang dihukum turut serta dengan saya justru si sopir kontainer atau prajurit TNI anggota bawah."
Selanjutnya, kata Haris, Freddy mengungkapkan bahwa sebenarnya dirinya bukan bandar atau gembong narkoba, melainkan sebatas operator penyelundupan narkoba skala besar dengan bos di China atau Tiongkok.
Jenderal dan BNN
Berikutnya, Freddy menceritakan modus operasi dirinya bisa menyelundupkan narkoba skala besar asal China.
"Kalau saya mau bawa barang yang besar, yang banyak, itu harus diatur. Saya telepon polisi, Bea Cukai dan BNN. Mereka semua yang menitip harga (beli narkoba)," kata Haris mengulangi pengakuan Freddy.
"Semua saya OK-kan. Kenapa saya OK-in. Karena harganya barang keluar dari pabrik hanya Rp 5 ribu. Dan saya tetap bisa jual Rp 200 sampai Rp 300 ribu. Jadi, selalu saya Ok-kan," sambungnya.
Freddy bercerita bisa mengendalikan penyelundupan narkoba dari dalam lapas. Namun, para polisi juga bermain dengan dua kaki.
Meski sudah deal menitip harga, terkadang mereka menangkapnya dan menyita narkoba dari luar negeri tersebut. Namun, setelah dicek oleh informan Freddy, justru narkoba yang menjadi barang sitaan polisi itu telah beredar di lapangan.
Menurut Haris, Freddy bisa mengetahui hal itu karena menurutnya setiap produk narkoba pabrik tertentu mempunyai ciri bentuk, warna dan rasa berbeda.
Selanjutnya, Freddy membeberkan dirinya telah menyetor uang Rp 490 miliar ke BNN dan Rp 90 miliar ke pejabat Mabes Polri selama beberapa tahun dirinya berbisnis menyelundupkan narkoba.
"Bahkan, saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua, di mana si jenderal duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil tersebut dari Medan sampai ke Jakarta, dengan kondisi di bagian belakang penuh barang narkoba. Perjalanan saya aman tanpa gangguan apapun," ucap Haris mengulangi pengakuan Freddy.
Menurut Haris, dia telah berusaha mencari kebenaran atas pengakuan yang disampaikan oleh Freddy. Termasuk di antaranya mencari nota pembelaan perkara Freddy dan mencari tahu kuasa hukum atau pengacara Freddy, sebagaimana disampaikan oleh Freddy.
Sebab, Freddy mengaku tidak ingat pejabat Polri, BNN dan oknum jenderal TNI yang disebutkannya.
Bahkan, dia sudah berusaha menghubungi sejumlah pejabat, termasuk staf khusus kepresidenan Johan Budi, dan menginformasikan tentang informasi dari Freddy Budiman ini. Namun, sejauh ini tidak ada respon positif yang berujung pada pembongkaran kasus ini.
"Saya ketemu dan datang ke lapas itu hanya sekali itu saja," ujar dia. (tribunnews/abdul qodir)