Polri Duga Cerita Freddy agar Lolos dari Hukuman Mati
Polri mencoba mendalami cerita tersebut, apakah berlandaskan fakta atau hanya beban batin
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, kepolisian masih mengumpulkan sejumlah bukti penguat terkait cerita yang dibeberkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar.
Cerita terkait dugaan keterlibatan aparat dalam peredaran narkotika itu, diklaim Haris merupakan informasi dari Freddy Budiman, gembong narkoba yang dieksekusi mati akhir pekan lalu.
Polri mencoba mendalami cerita tersebut, apakah berlandaskan fakta atau hanya beban batin karena Freddy sedang menghadapi eksekusi mati.
"Kita tahu semua orang yang mendapatkan hukuman, apalagi hukuman mati tentu pasti berupaya dengan segala cara untuk mencari pembenaran agar bisa lolos dari hukuman mati," ujar Boy di Mabes Polri, Jakarta, Senin (1/7/2016).
Boy mengatakan, jangankan bandar narkoba seperti Freddy, pencuri sekalipun kerap tak mengakui perbuatannya saat ditangkap polisi.
Meski begitu, informasi dari Haris dijadikan dasar penyelidikan internal untuk mencari oknum-oknum yang dimaksud.
"Untuk melihat sejauh mana hasil penelusuran ini, kuatkah persangkaan-persangkaan percakapan itu," kata Boy.
"Kalau tidak, kita harus berpikir proporsional dan rasional, tidak bisa berdasarkan asumsi-asumsi, membangun suatu opini dalam peristiwa itu," kata dia.
Boy mengatakan, Polri mengedepankan aturan hukum yang berlaku.
Informasi yang didapatkan dari Haris akan didalami.
Meski begitu, penyelidikan akan menemui kendala ketika dibutuhkan keterangan dari pihak yang berkenaan langsung dengan hal itu, yakni Freddy sendiri.
"Kalau itu dikatakan sebagai tuduhan, persangkaan, perbuatan pelanggaran hukum kita kembalikan mekanismenya secara hukum dalam proses pembuktiannya," kata Boy.
Sebelumnya, Haris Azhar mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.
Kesaksian Freddy, menurut Haris, didapat pada masa kesibukan memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014.
Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar.
Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000.
Sehingga, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)