Pengubah Pancasila Jadi 'Pancagila' Dibebaskan Hakim, Ini Komentar Didi
Sahat sebelumnya didakwa karena menulis status di Facebook berisi "pelesetan" dari Pancasila.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengapresiasi putusan hakim Pengadilan Negeri Balige, Sumatera Utara, terhadap Sahat Safiih Gurning, seorang aktivis yang dianggap telah melecehkan Pancasila.
Sahat sebelumnya didakwa karena menulis status di Facebook berisi "pelesetan" dari Pancasila.
Dalam status tersebut, Sahat menulis "Pancagila", beserta lima sila yang mirip dengan sila pada Pancasila, namun dengan makna yang berbeda.
Akibatnya, Sahat menjalani proses persidangan.
Ia didakwa melanggar Pasal 68 Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta lagu Kebangsaan junto Pasal 154 huruf a KUHP.
Meski demikian, Hakim tidak menjatuhkan sanksi pidana kepada Sahat.
"Kejadian ini merupakan momentum sejarah dalam kaitan kebebasan berekspresi di negeri ini," kata Didi saat ditemui di Jakarta, Jumat (5/8/2016).
"Banyak orang di media sosial, ketika berbicara yang bersentuhan dengan kekuasaan, mereka harus berhadapan dengan penegak hukum," ujarnya.
Menurut Didi, hakim tidak semata-mata memutus berdasarkan apa yang tersurat dalam rumusan "Pancagila" yang dibuat Sahat.
Dalam hal ini, hakim memandang perbuatan Sahat sebagai suatu kebebasan berekspresi.
"Memang sepintas ini seperti melecehkan dasar negara, tapi ini kritik sosial, pemerintah, DPR dan pengadilan. Tapi hakim melihat sebagai pesan moral, sehingga hakim memutuskan secara formil, dakwaan tidak memenuhi syarat," kata Didi.
Dalam status Facebook-nya, Sahat menulis "Pancagila" dilengkapi dengan definisi sebagai berikut:
1. Keuangan Yang Maha Kuasa.
2. Korupsi Yang Adil dan Merata.
3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia.
4. Kekuasaan Yang Dipimpin oleh Nafsu Kebejatan Dalam Persengkongkolan dan Kepurak-purakan.
5. Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat.(Abba Gabrillin)