Akademisi: Langkah Haris Azhar Beberkan Pengakuan Freddy Budiman Bukan Tindak Pidana
Forum akademisi #KamiPercayaKontras menggelar jumpa pers untuk mendukung pernyataan Koordinator Kontras
Penulis: Yurike Budiman
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum akademisi #KamiPercayaKontras menggelar jumpa pers untuk mendukung pernyataan Koordinator Kontras Haris Azhar, terkait pengakuan Freddy Budiman yang diunggahnya melalui media sosial pekan lalu.
Membeberkan adanya keterlibatan polisi, BNN, dan TNI dalam penyelundupan narkotika membuat Haris terancam menjadi tersangka atas laporan dari institusi negara terkait.
"Apa yang diungkapkan Haris Azhar dan Kontras merupakan bagian dari tanggung jawab keadaban warga, sebagai representasi dari publik, yang aktif dalam upaya mendorong perubahan institusional, khususnya lembaga penegak hukum seperti Kepolisian RI (Polri), BNN dan TNI," ujar Robertus Robet, akademisi UNJ dan pegiat HAM di Sekretariat Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D), Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/8/2016).
Menurutnya, keterlibatan ketiga lembaga tersebut yang diungkapkan Haris dalam pengakuan Freddy terkait peredaran narkotika bukan merupakan tindak pidana.
"Ini yang terpampang di depan kita adalah upaya untuk menjadikan apa yang dilakukan Kontras sebagai suatu bentuk kejahatan, dan dilaporkan sebagai tindak pidana," imbuhnya.
Menurutnya, ketiga institusi tersebut seharusnya menjadikan informasi yang disampaikan Kontras sebagai bahan penting untuk melakukan perbaikan institusi secara serius.
"Bukan justru menjadikan institusi sebagai benteng perlindungan bagi pelaku-pelaku yang diindikasikan terlibat di dalam peredaran narkoba," tuturnya.
Ia berharap kepolisian, BNN dan TNI, bisa melakukan pembenahan institusional secara besar-besaran.
Untuk diketahui ademisi yang telah bergabung dalam Forum Akademisi #KamiPercayaKontras diantaranya Tri Agus Susanto, Bambang Widodo Umar (Universitas Indonesia), Frans Magnis Suseno (STF Driyarkara), Rocky Gerung (Universitas indonesia), Donny Ardyanto (Perhimpunan Pendidikan Demokrasi), Miko Ginting (Sekolah Tinggi Hukum Jentera), Bivitri Susanti (Sekolah Tinggi Hukum Jentera) dan sejumlah akademisi lainnya.