Curigai Teknik Penangkapan Freddy Budiman, KontraS Temukan Kejanggalan Kasus Impor Ekstasi
Tim Berantas Mafia Narkoba bentukan KontraS menemukan kejanggalan dalam proses penangkapan impor 1.412.476 pil ekstasi dari Tiongkok.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Berantas Mafia Narkoba bentukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) menemukan kejanggalan dalam proses penangkapan impor 1.412.476 pil ekstasi dari Tiongkok yang dilakukan Freddy Budiman.
Masuknya barang haram melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, tersebut digagalkan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 25 Mei 2012.
Kejanggalan itu senada dengan pengakuan Freddy Budiman jepada Haris Azhar, Koordinator KontraS, dalam pertemuan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Batu, Nusakambangan, Jawa Tengah, 2014 lalu.
"Selama dua pekan terakhir KontraS menelusuri 5 berkas pengadilan dan satu pengadilan militer. Hasilnya ditemukan satu kasus narkoba yang janggal," ujar Haris di kantor KontraS, Jakarta, Jumat (12/8/2016).
Menurutnya, kejanggalan terletak pada standar operasi yang dilakukan.
Menurut Haris operasi yang dilakukan BNN saat itu menggunakan teknik controlled delivery (CD), bekerjasama dengan Ditjen Bea Cukai.
Tim operasi dibentuk pada 15 Mei 2012 dan diterbitkan 4 surat tugas yang diberikan secara khusus kepada tim Bea Cukai untuk melakukan perbantuan penugasan controlled delivery.
Namun teknik operasi yang dilakukan tidak sesuai prosedur.
"Seharusnya dalam controlled delivery barang (narkoba) itu dibiarkan tiba dahulu di tempat tujuan, agar diketahui seluruh jaringan yang terlibat, dari hulu ke hilir," kata Haris.
Namun yang terjadi, menurut Haris, satu kontainer berisi narkoba diberhentikan di tengah jalan, tepatnya di pintu tol Kamal, Penjaringan, Jakarta.
Akibatnya impor narkoba dalam jumlah fantastis tersebut hanya menyeret aktor lapangan saja yakni Mukhtar Muhammad alias TAR yang berada dalam truk tersebut.
"Tidak terungkap siapa receiver-nya (penerimanya), trasporter-nya, dan lainnya," kata Haris.
Ditambah lagi, dalam persidangan Muhamad Muchtar tidak terungkap jaringan narkoba tersebut secara keseluruhan.
Dalam berkas terdakwa Muhammad Muchtar, hanya terungkap sejumlah nama yang terlibat yakni:
1. Freddy Budiman, berperan menyiapkan dan mengatur orang-orang di lapangan untuk mempercepat proses pengeluaran barang hingga barang masuk ke gudang penyewaan (operator);
2. Hani Sapta, berperan mengenalkan dan/atau membuka jaringan pelabuhan, termasuk memiliki orang yang mempermudah administrasi mengeluarkan barang dari pelabuhan.
3. Chandra Halim, berperan sebagai penghubung produsen barang di Tiongkok. Ia diketahui sebagai orang kepercayaan dari produsen
"Adanya kejanggalan-kejanggalan itu kami ingin jelaskan, sebuah kemutlakan untuk mengangkat berkas putusan Muhamad Mukhtar sebagai satu bukti tumpulnya putusan yang sebenarnya bisa dijadikan bukti petunjuk baru untuk melihat peta peristiwa Mei 2012," katanya.
Tetap beredar di pasaran
Menurut Haris, berdasarkan penafsirannya, kejanggalan tersebut berkait dengan pengakuan Freddy mengenai banyaknya peredaran narkoba di Indonesia.
"Freddy pernah mengatakan, mengapa barang yang saya selundupkan, setelah saya diproses hukum, masih bertebaran di pasaran," ujarnya.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan terdapat kesalahan dalam teknik controlled deliverry yang dilakukan petugas.
Entah disengaja atau tidak, kesalahan yang dilakukan yakni melakukan penangkapan di tengah jalan.
"Siapa yang menangkap? Perintah siapa? Harus ditelusuri, karena belum sampai tujuan sudah ditangkap. Harusnya dibiarkan sampai pada yang menerima," kata Bambang.
Menurutnya teknik controlled delivery harus ditinjau dan diatur rinci. Agar pengananan masalah narkoba tidak diakali.
"Ini masalah besar, masalah dunia, bukan hanya di indonesia," paparnya.
Berdasarkan Instrumen Internasional United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotics Drugs and Psychotropic Substance (1988), controlled delivery adalah suatu teknik yang memungkinkan pembawa nrkotika melewati dan masuk ke dalam satu atau lebih daerah tentorial negara lain, atas sepengetahuan dan di bawah pengawasan otoritas berwenang di daerah tersebut.
Tujuan utama teknik itu untuk mengidentikaasi pihak yang terlibat dalam pemufakatan untuk melakukan kegiatan produksi, manufaktur, distribusi, pembenihan dan lain-lain di bidang narkotik dan psikotropika. (taufik ismail)