Soal Dwi Kewarganegaraan Arcandra, Jokowi Harus Bertindak
Hal ini kata Mirza menyangkut integritas moral dan politik seorang pejabat negara secara hukum di mata publik.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar hukum dari Universitas Diponegoro Muhammad Mirza Harera menyarankan agar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, sebaiknya mengundurkan diri dari jabatannya, jika memang memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat.
Hal ini kata Mirza menyangkut integritas moral dan politik seorang pejabat negara secara hukum di mata publik.
"Arcandra harus mundur dari jabatannya jika memang benar memiliki paspor Amerika Serikat. Artinya, dia bukan lagi Warga Negara Indonesia (WNI) karena UU nomor 12 tahun 2006 menjelaskan Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda. Selain itu, menteri harus WNI asli merupakan amanat konstitusi," kata Mirza dalam pesan yang diterima di Jakarta, Senin (15/8/2016).
Mirza yang juga pengamat hukum ARSC Jakarta ini menilai Arcandra saat ini bisa dikatakan stateless, atau orang yang tidak punya kewarganegaraan. Pasalnya jika dia sudah melakukan sumpah setia kepada AS dan Archandra menerima jabatan menteri di Indonesia maka kewarganegaraannya di AS akan gugur.
"Dalam situasi begini presiden harus segera keluar dari jebakan hukum kasus ini karena bisa membahayakan posisi presiden juga nantinya," katanya.
Dirinya menyayangkan lemahnya kapasitas sistem pengawasan dan tertib administrasi politik orang-orang di sekitar presiden yang seharusnya mampu menjaga lembaga kepresidenan dan mengawal Presiden Jokowi secara lebih sempurna.
"Presiden itu adalah national display republik ini. Kita semua tahu di sekitar presiden ada Mensesneg, Seskab, Staf Khusus Presiden, asisten pribadi, dan menteri-menteri yang dekat dengan presiden, kalau kejadiannya seperti ini, artinya selama ini terjadi tumpang tindih pengaturan dan pintu masuk ke presiden terlalu banyak serta menjadi tidak steril. Saya menyarankan agar all the president’s men ini dievaluasi, ditata sehingga lebih tertib dan tidak tumpang tindih, dan agar presiden juga sebaiknya merekrut sosok yang memahami tentang hukum tata negara di posisi sekitar presiden," jelasnya.
Bagi Mirza, kasus ini harus menjadi momentum untuk mereformasi sistem dan kinerja berbagai institusi yang ada di istana demi efektifitas, keamanan dan kredibilitas pemerintah.