Melalui Gerakan Membaca, Opik Angkat Derajat Kampung Halamannya Garut
Pemuda yang akrab disapa Opik ini bertekat memajukan pendidikan di kampungnya. Karena ia merasa pendidikan di wilayahnya masih belum merata.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2010 silam, Garut dinyatakan sebagai kabupaten tertinggal di wilayah Jawa Barat. Sebagai putra Garut, Nero Taopik Abdillah merasa tidak terima.
Warga asal Kampung Sukawangi RT 01 RW 01, Desa Sukawangi, Kecamatan Singajaya, Kabupaten Garut ini memutar otak bagaimana untuk meningkatkan derajat kampung halamannya.
Pemuda yang akrab disapa Opik ini bertekat memajukan pendidikan di kampungnya. Karena ia merasa pendidikan di wilayahnya masih belum merata.
"Hati saya tergerak untuk berbuat sesuatu, saya akhirnya melakukan pengamatan dan jawabannya saya akan mendirikan komunitas," kata Opik saat ditemui Sabtu (27/8/2016) kemarin di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat.
Komunitas yang dirintisnya itu ialah komunitas yang menumbuhkan minat dan budaya baca. Menurutnya, melalui giat membaca maka derajat pendidikan akan meningkat.
Hingga akhirnya pada 2010 dibentuk lah komunitas baca bernama komunitas Ngejah. Awal berdiri, Opik dan teman-temannya mengumpulkan buku pribadi mereka dan berupaya menularkan virus membaca di wilayah Garut Selatan.
Lalu Komunitas Ngejah makin berkembang dimana pada 2012, Opik membuat Saung Membaca. Dengan jumlah buku yang kian bertambah, akhirnya dibuat lagi gerakan Pojok Baca.
Pojok Baca ini didirikan di beberapa titik seperti warung, posyandu, dan pengajian. Di Pojok Baca ini, ada rak buku dan setiap sebulan sekali buku-buku disana diganti dengan yang baru atau ditukar dengan di Pojok Baca lainnya agar pembaca tidak bosan.
"Saat ini kami punya 26 pojok baca yang disana ada 150-200 buku yang tersedia di rak. Disana mereka anak-anak di Garut Selatan bebas membaca. Selain di Garut Selatan kami juga mulai melakukan kegiatan di Tasik Selatan, di pedalaman-pedalaman," ujar Opik.
Kini, kegiatan di Komunitas Ngejah makin beragam tidak hanya membaca tapi juga games, membaca puisi hingga pelatihan jurnalistik.
Tidak tanggung-tanggung para narasumber di pelatihan jurnalistik itu mulai dari akademisi seperti dosen hingga para pemred media lokal.
Sementara itu, untuk jumlah relawan Komunitas Ngejah, Opik mengatakan ada 30 hingga 50 orang. Sedangkan untuk relawan serius atau biasa dia sebut sebagai relawan "berani mati" ada 10 hingga 15 orang.
Dalam kompetisi Gramedia Reading Community Competition 2016 yang berlangsung di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Komunitas Ngejah mendapat juara pertama dan juara favorit.
Opik mengaku nantinya uang tunai dari juara pertama itu akan digunakan untuk menambah jumlah Pojok Baca, termasuk untuk membeli rak-rak buku untuk ditempatkan di Pojok Baca.
"Pastinya hadiah juara satu, uangnya mau digunakan untuk menambah pojok baca dan untuk beli rak buku. Termasuk untuk syukuran kecil-kecilan lah, ngeliwet makan ramai-ramai," tambahnya.