Komisi II DPR Masih Berdebat Boleh Tidaknya Terpidana Mencalonkan Kepala Daerah
Menurut Lukman, perdebatan dimulai semenjak KPU RI menyampaikan sikap resminya yang tidak sesuai dengan kesimpulan sementara tanggal 25 Agustus.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy mengatakan perdebatan di komisi II DPR RI antara Fraksi fraksi, Anggota Komisi II, KPU RI, Bawaslu RI dan Pemerintah khususnya tentang ketentuan apakah terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan boleh mendaftar sebagai calon kepala daerah belum selesai.
Menurutnya, pembicaraan tentang ketentuan ini masuk didalam Rapat Konsultasi antara KPU RI, Bawaslu RI, Komisi II DPR RI dan Pemerintah, tentang Rancangan PKPU No 5 tentang Pencalonan Kepala Daerah, perubahan terhadap PKPU No 9/2016.
"Sampai dengan hari ini kesepakatan yang sudah di ambil baru tentang Rancangan PKPU No 4 tentang tahapan dan jadwal pemilihan kepala daerah, sedang tentang pencalonan baru pada tahap penyisiran pasal demi pasal, termasuk pasal tentang boleh atau tidaknya terpidana yang sedang mengalami hukuman percobaan mendaftar sebagai calon kepala daerah," kata Lukman melalui pesan singkatnya, Selasa (30/8/2016).
Politikus PKB itu menuturkan, sebenarnya di pasal yang mengatur tentang terpidana ini mengatur 3 substansi yakni, pertama, boleh atau tidak terpidana yang sudah mendapatkan hukuman yang berkekuatan hukum tetap mencalonkan sebagai kepala daerah. Soal ini anggota komisi II dan fraksi-fraksi, Pemerintah, Bawaslu RI dan KPU RI sepakat dan tidak ada perbedaan pendapat.
Kedua, bagi mantan terpidana yang sudah menjalani hukumannya boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah dengan syarat mengumumkan ke publik bahwa yang bersangkutan pernah dihukum pidana kecuali untuk kejahatan Korupsi, Bandar Narkoba dan kejahatan seksual. Norma ini juga disepakati semua pihak didalam rapat konsultasi ini, dan tanpa ada perbedaan pendapat.
"Sedang yang ketiga adalah soal terpidana yang sedang menjalani hukuman pidana percobaan apakah boleh mendaftar sebagai calon, sudah dibicarakan pada jumat, 25 Agustus yang lalu, namun kemudian menimbulkan perdebatan luas, bukan saja di internal Komisi II namun juga meluas menjadi perdebatan publik," tuturnya.
Menurut Lukman, perdebatan dimulai semenjak KPU RI menyampaikan sikap resminya yang tidak sesuai dengan kesimpulan sementara tanggal 25 Agustus. Akibat sikap KPU RI tersebut, beberapa anggota dan fraksi di Komisi II kemudian mengapresiasinya, dan menyatakan dukungan dan sependapat dengan sikap KPU tersebut.
Sementara Pemerintah dan Bawaslu RI, belum menyampaikan pendapatnya, sehingga kami menyimpulkan khusus tentang ketentuan ini akan ada pembicaraan lanjutan, mendengarkan secara lebih spesifik pandangan dan sikap KPU RI, Bawaslu RI, Pemerintah dan Fraksi-fraksi di Komisi II. Artinya kesimpulan yang dicapai pada Rapat tanggal 25 baru bersifat sementara, dan akan mencapai final ketika semua pihak didalam Rapat Dengar Pendapat untuk membahas Konsultasi KPU RI tentang PKPU tersebut bisa menerimanya.
"RDPU sendiri baru akan dilanjutkan pada hari Jumat tanggal 2 September yang akan datang, dan mudah-mudahan tanggal 2 September nanti seluruh Rancangan PKPU yang diajukan oleh KPU RI bisa disepakati. Yang paling berat memang dua rancangan PKPU ini, sementara PKPU lainnya nanti akan mengalir cepat. Dan kami optimis kesepakatan semua PKPU selesai sebelum tanggal 15 september 2016 bisa terpenuhi," ujarnya.
Tentang pendapat publik yang disampaikan secara luas melalui media-media lanjut Lukman pasti akan menjadi perhatian serius oleh fraksi fraksi dan anggota komisi II. Dan tentang sikap dan pendapat dari KPU RI, Pemerintah dan Bawaslu RI yang dalam hal tertentu ada perbedaan dengan Komisi II, Forum RDPU inilah yang akan mencari titik temunya, dan sesuai dengan semangat yang ada didalam Pasal 9 A UU No 10/2016 tentang pemilihan kepala daerah ini, pada dasarnya Konsultasi KPU RI dan Bawaslu RI didalam RDPU yang kesepakatannya itu mengikat, jika ada pihak yang berbeda pendapat maka belum bisa dikatakan sebagai kesimpulan rapat.
"Jadi sebenarnya RDPU ini adalah ruang yang diberikan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk menjelaskan Original Inten, Filosofis, dan Historis dari norma norma yang di atur didalam UU No 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah," imbuhnya.