Jaksa KPK Tolak Pencabutan BAP Panitera PN Jakpus Akui Terima Suap
Sebelumnya, Edy mengaku mengalami stres berat saat diperiksa penyidik KPK pasca dijerat dalam operasi tangkap tangan.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
![Jaksa KPK Tolak Pencabutan BAP Panitera PN Jakpus Akui Terima Suap](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/edy-nasution-pansek-pn-jakpus-ditahan-kpk_20160422_011354.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Permintaan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) soal penerimaan uang terkait pengurusan sejumlah perkara milik Lippo Group ditolak Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Sebelumnya, Edy mengaku mengalami stres berat saat diperiksa penyidik KPK pasca dijerat dalam operasi tangkap tangan.
Beberapa keterangan yang dicabut, pada intinya berisi pengakuannya menerima suap terkait pengurusan perkara sejumlah perusahaan di bawah Lippo Group.
"Tanpa alasan yuridis, maka permintaan pencabutan keterangan harus dikesampingkan," kata Jaksa KPK Joko Hermawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2016).
Dalam beberapa BAP, Edy Nasution mengakui bahwa pemberian uang sebesar Rp50 juta dari pegawai Lippo Group Doddy Aryanto Supeno, bukanlah yang pertama kali. Pada Desember 2015, ia menerima pemberian Rp100 juta di basement Hotel Acacia, Jakarta.
Selain itu, dalam BAP 11 Maret 2016, Edy mengakui bahwa ia pernah menerima uang terkait proses permohonan peninjauan kembali PT Across Asia Limited yang telah melewati batas waktu pengajuan. Kemudian, pada 23 Februari 2016, ia menerima uang dari Doddy Aryanto Supeno, sebagai orang suruhan dari Wresti Kristian Hesti (pegawai bagian legal Lippo Group).
Kemudian, pada BAP 25 April 2016, Edy mengatakan bahwa setiap pengurusan perkara terkait Lippo Group di PN Jakarta Pusat selalu dilakukan dan oleh Hesti.
"Keterangan Edy Nasution dapat mendukung pembuktian unsur pemberian uang," kata Jaksa.
Dody Ariyanto Supeno selaku pegawai PT Artha Pratama Anugerah didakwa memberikan uang sebesar Rp 150 juta kepada Edy Nasution. Dody didakwa bersama-sama tiga petinggi Lippo Group yaitu Eddy Sindoro, Ervan Adi Nugroho, dan Hery Soegiarto, serta anak buahnya Wresty Kristian Hesty.
Tujuannya, agar Edy Nasution menunda proses pelaksanaan Aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan undang-undang.
Kedua perusahaan tersebut merupakan anak usaha Lippo Group.
Dalam surat tuntutan, uang suap juga dimaksudkan agar Edy Nasution membantu mengurus perkara salah satu anak usaha Lippo Group, yakni PT Jakarta Baru Cosmopolitan. Edy membantu mengubah surat pengadilan mengenai putusan eksekusi, dengan kalimat dari "belum dapat disekskusi" diganti dengan "tidak dapat dieksekusi"
Penyuapan melibatkan pegawai (bagian legal) PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro.
Awalnya, Lippo Group menghadapi beberapa perkara hukum, sehingga Eddy Sindoro menugaskan Hesti untuk melakukan pendekatan dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara, termasuk Edy Nasution. Eddy Sindoro juga menugaskan Doddy untuk melakukan penyerahan dokumen maupun uang kepada pihak-pihak lain yang terkait perkara.