KPU Heran Pemerintah-DPR Ngotot Paksakan Terpidana Hukuman Percobaan Boleh Ikut Pilkada 2017
"Konteksnya, kalau terpidana yang jalani hukuman tidak di dalam penjara maka ini sudah jauh berbeda dengan norma asli."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ida Budhiati mengaku merasa tidak nyaman selama proses konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait perumusan peraturan KPU (PKPU) Pilkada 2017.
"Kami alami selama proses konsultasi itu seperti subordinat dalam suasana dan situasi," kata Ida dalam suatu diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (16/9/2016).
Ida menuturkan, DPR sebagai pembuat Undang-Undang memiliki otoritas dalam menafsirkan suatu UU. Meski terkadang, kata dia, tafsiran itu sulit dipahami.
Ida mengomentari soal diperbolehkannya terpidana hukuman percobaan mengikuti kontestasi Pilkada 2017. Aturan itu telah disepakati melalui rapat dengar pendapat (RDP) yang dibuat oleh DPR dan pemerintah.
KPU berpandangan semua terpidana dilarang ikut berkontestasi dalam Pilkada. Hal itu sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada yang menyebutkan, calon kepala daerah harus memenuhi syarat tidak pernah sebagai terpidana berdasar putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Ida menyebut, diperbolehkannya terpidana percobaan merupakan penafsiran yang diperluas dan melahirkan norma baru. Ketentuan ini berbeda dengan maksud dan tujuan yang dirumuskan dalam norma UU Pilkada.
"Kalau menafsirkan, menurut teori hukun itu tidak keluar dari konteksnya, filosofi, dan substansinya. Berbeda lagi dengan tarsir yang dimiliki oleh lembaga peradilan," ucap Ida.
Menurut Ida, para hakim tidak boleh terbelenggu oleh teks UU. Sehingga tidak menghambat lahirnya kepastian hukum dan keadilan.
Ida menuturkan, setelah hukum diundangkan, maka hukum itu mengikat termasuk bagi para pembuat UU. Jika ingin ditafsirkan, maka kembali pada semangat, sejarah dan filosofi pembentukan UU tersebut.
Dalam pasal 7 ayat 2, tambah Ida, tidak melihat jenis hukuman bagi terpidana. UU itu, kata dia, bertujuan untuk mendapatkan kepala daerah yang bersih dari proses hukum.
"Konteksnya, kalau terpidana yang jalani hukuman tidak di dalam penjara maka ini sudah jauh berbeda dengan norma asli. Kami berkali-kali berikan penjelasan tapi karena mereka punya otoritas yang besar dengan RDP yang bersifat mengikat bagi KPU," ujar Ida.
Untuk menghindari hal serupa terjadi kembali, Ida menuturkan KPU berencana mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi terkait pasal pasal 9 huruf A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam pasal itu disebutkan bahwa tugas dan kewenangan KPU dalam penyelenggaraan pemilu adalah menyusun dan menetapkan peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat.
Uji materi akan dilakukan setelah pembentukan peraturan KPU untuk Pilkada 2017 selesai dirumuskan.
Penulis: Lutfy Mairizal Putra