Irman Gusman Disarankan Ajukan Praperadilan
Andri W Kusuma menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada yang salah terkait penangkapan Ketua DPD Irman Gusman
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA- Pengamat hukum dari Universitas Indonesia (UI) Andri W Kusuma menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada yang salah terkait penangkapan Ketua DPD Irman Gusman.
Menurut Andri, KPK terus berulang melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tetang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"KUHAP adalah banteng terakhir dan declaration of human right bagi warga negara saat berhadapan dengan negara dalam hal ini KPK dalam konteks penegakkan hukum," kata Andri, Rabu (21/9/2016).
Dalam pernyataannya yang diterima tribunnews.com dikatakan, ada beberapa asas penting penegakan hukum dalam KUHAP. Antara lain, legalitas, keseimbangan, praduga tak bersalah, pembatalan penahanan, ganti rugi dan rehabilitasi.
Asas itu memberikan larangan-larangan dan batasan-batasan terhadap aparat penegak hukum termasuk KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
"Di sisi lain juga memberikan perlindungan terhadap warga negara baik ia tersangka maupun terdakwa," ujarnya.
Ia mengatakan, kebenaran materil hanya bisa didapatkan jika aparat penegakan hukum termasuk KPK telah menjalankan KUHAP secara konsekuen, proporsional, dan profesional.
"Yang pada akhirnya akan memberikan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat yang berujung pada stabilitas hukum itu sendiri," kata dia.
Ia melanjutkan, justru saat ini yang dilakukan KPK adalah praktik sesat dalam konteks penegakan hukum pidana yang mengangkangi KUHAP.
Sebagai pedoman utama yang wajib ditaati setiap penyidik dan atau proses penyelidikan dan penyidikan.
Sebelum perkara Irman Gusman, ujar dia, beberapa kinerja KPK yang patut dipertanyakan. Beberapa diantaranya kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras dan reklamasi Teluk Jakarta.
Yang menurutnya,jelas sudah merugikan negara namun saat ini diduga aktor utamanya diabaikan oleh KPK. Belum lagi kasus suap PT Brantas Abipraya yang disebut itu sebagai operasi tangkap tangan, tapi tidak ada pihak yang disuap.
"Yang terakhir tentunya kita dikagetkan dengan tindakan KPK dalam melakukan penangkapan OTT terhadap Ketua DPD Irman Gusman," katanya.
Dia menjelaskan, jika benar kesaksian Liestyana Rizal Gusman, istri Irman, maka sangat menyedihkan dan semakin terang benderang bahwa KPK dalam menjalankan kewenangannya telah melakukan praktik yang salah .
"Karena tidak mematuhi bahkan mengangkangi KUHAP," tegasnya.
Dalam OTT itu, kata dia, penyidik telah melakukan upaya paksa antara lain penggeledahan, penangkapan dan penyitaan.
Untuk itu, kata Andri, penyidik wajib memiliki surat perintah dan izin dari pengadilan yang jelas menerangkan melakukan penggeledahan, penangkapan dan penyitaan terhadap Irman Gusman.
Akan tetapi, faktanya dalam melakukan tiga upaya paksa tersebut penyidik KPK tidak memiliki surat perintah dan izin dari pengadilan.
"Bahkan, lebih parah lagi penyidik KPK tersebut malah menunjukkan surat perintah atas nama orang lain," ujarnya.
Belum lagi KPK menyatakan kesalahan Irman Gusman adalah telah melakukan dagang pengaruh. Hal ini sangat menyedihkan karena dalam UU KPK tidak terdapat delik dagang pengaruh ini.
"Sekali lagi dalam dalam melakukan kewenangannya KPK wajib berdasarkan KUHAP dalam kontek penegakan hukum pidana ini," katanya. "Belum lagi adanya 'aroma' dugaan penjebakan atau entrapment dan lain-lain," katanya.
Ia mengatakan, praktik yang ia anggap salah ini harus segera diakhiri karena ke depannya akan sangat berbahaya dalam penegakan hukum pidana.
Karenanya, ia berpendapat revisi KUHP dan KUHAP sangatlah penting dalam proses bernegara. Selain itu, dia menyarankan Irman mengajukan praperadilan.
"Tentunya pak Irman Gusman harus ajukan praperadilan," kata dia.