MA Sebut Kawin Kontrak Perburuk Citra Bangsa di Mata Negara Lainnya
Lembaga Mahkamah Agung (MA) pun menganggap kawin kontrak ini sebagai prostitusi terselubung
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kawin kontrak merupakan fenomena yang terjadi di
masyarakat Indonesia dan sudah dilakukan cukup lama, namun ternyata kawin kontrak ini tidak selalu berdampak baik, bahkan cenderung merugikan. Lembaga Mahkamah Agung (MA) pun menganggap kawin kontrak ini sebagai prostitusi terselubung.
Kesimpulan tersebut merupakan hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan MA tentang
Eksistensi Kawin Kontrak dan Perspektif Norma dan Tuntutan Ekonomi, dan disampaikan
dalam seminar berjudul sama beberapa waktu lalu di Jakarta.
“Kawin kontrak itu bertentangan dengan UU perkawinan yang ada di Indonesia,” ucap
Wakil Ketua Mahkamah Agung R.I Bidang Yudisial, Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H.,
M.H. dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (20/9/2016).
Dalam UU perkawinan dinyatakan tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal sedangkan kawin kontrak dilandasi tujuan ekonomi, hasrat dan sifatnya sementara.
Hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang MA tersebut menyatakan bahwa kawin kontrak
merupakan prostitusi terselubung yang dibingkai dengan bahasa agama (syariat) agar para
pelaku dapat melakukan aktifitas untuk mendapatkan materi, dengan berusaha menutupi
perilaku pelanggaran perkawinan dengan istilah nikah mut’ah.
Beberapa pihak berhasil diwawancarai dalam penelitian ini. Beberapa perwakilan dari
pihak perempuan yang berasal dari daerah Bogor dan Cianjur menyatakan bahwa alasan
mereka untuk melakukan kawin kontrak adalah karena dilandasi faktor ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier.
Sementara beberapa pihak laki-laki yang terlibat kawin kontrak merupakan para pendatang dari negara lain (sebagian dari Saudi Arabia) yang sedang berlibur sementara di Indonesia dan berniat untuk mencari istri atau pendamping selama mereka berada di sini.
“Berdasarkan hasil penelitian ini, kami menyarankan untuk adanya revisi terhadap UU
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, khususnya yang menyangkut sanksi tindakan
pidana atas pelanggaran UU tersebut baik untuk pelaku maupun yang memberikan fasilitas
pelayanan dalam prosedur kawin kontrak,” ucap Dr. Drs. H. Sirajuddin Sailellah, SH, MHI.
selaku koordinator peneliti.
Selain itu, salah satu usulan dari seminar hari itu adalah untuk dibentuknya Peraturan Daerah yang tepat untuk menindak para pelaku kawin kontrak dan pelaksanaannya dilakukan dengan serius.
"Diharapkan dengan adanya peraturan dan sanksi lebih ketat, maka hukum dapat mencegah agar tidak ada pihak yang dirugikan," katanya.
Anggota dari tim peneliti dari Puslitbang terdiri dari Muhamad Hudory, S.H. selaku
peneliti, Sudaryanto, S.H., M.H. selaku pembantu peneliti, Dinar Wardani, S.H.I., selaku
Pengolah Data.