Menggandakan Uang Itu Irasional, Bertentangan dengan Islam
Sedangkan Islam menyebutkan bahwa agama harus bersifat rasional.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai, kasus padepokan Dimas Kanjeng milik Taat Pribadi tidak ada kaitannya dengan agama.
"Jelas kasus itu tidak ada kaitannya dengan agama," ujar Din usai peluncuran buku "Rumah Bagi Muslim, Indonesia dan Keturunan Tionghoa" di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Din mengatakan, anggapan korban bahwa Taat Pribadi memiliki kemampuan khusus dalam menggandakan uang tidak bisa dikaitkan dengan isu agama, khususnya Islam.
Pasalnya, anggapan kemampuan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan akal pikiran.
Sedangkan Islam menyebutkan bahwa agama harus bersifat rasional.
"Kalau bisa menggandakan uang itu menurut saya irasional. Ini bertentangan dengan agama, khususnya Islam. Karena Islam itu rasional," kata Din.
Din meminta agar masyarakat, khususnya umat Islam tidak terpengaruh terhadap praktik-praktik seperti yang dilakukan Taat Pribadi.
"Kepada umat Islam jangan mudah terpengaruh dengan praktik seperti itu karena pembodohan. Apalagi melibatkan harta itu penipuan," ucap Din.
Selain itu, Din meminta kepolisian dan pemerintah segera mengusut kasus ini hingga selesai.
"Jalan keluarnya diusut secara tuntas oleh kepolisian. Pemerintah juga perlu menyelamatkan korban," kata Din.
Taat Pribadi ditangkap satuan Polres Probolinggo dan Polda Jawa Timur di padepokannya, Kamis (22/9/2016).
Ia diduga dalang di balik pembunuhan dua mantan santrinya dalam dua waktu berbeda.
Polisi menduga, motif pembunuhan itu karena Taat Pribadi khawatir mantan santrinya membeberkan praktik penipuan dengan modus menggandakan uang.
Kasus penipuan itu kini tengah diselidiki Bareskrim Polri. Laporan korban yang merasa tertipu juga dilayangkan ke Polda Jawa Timur.
Taat Pribadi mulai diperiksa sebagai saksi atas dugaan penipuan dengan modus penggandaan uang.
Sejak 2015 hingga 2016, setidaknya ada tiga laporan yang melaporkan dia atas dugaan penipuan.
Pertama dengan kerugian Rp 800 juta, kedua Rp 900 juta, dan terakhir Rp 1,5 miliar.(Dimas Jarot Bayu)