Perppu Kebiri Disahkan, Indonesia Berpotensi Jadi Negeri Ramah Anak
Regulasi ini adalah lompatan baru dalam upaya perlindungan anak dan menjadi langkah awal bagi Indonesia menuju negeri ramah anak.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak atau yang lebih dikenal dengan Perppu Kebiri menjadi Undang-Undang.
Regulasi ini adalah lompatan baru dalam upaya perlindungan anak dan menjadi langkah awal bagi Indonesia menuju negeri ramah anak.
Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengungkapkan, menjadikan kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa dalam hukum positif Indonesia merupakan langkah paling awal yang sangat tepat untuk menciptakan sistem perlindungan anak yang komprehensif.
Sistem hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan terhadap anak, akan sangat membantu derap langkah dan upaya semua elemen masyarakat untuk melindungi anak Indonesia dari tindak kekerasan terutama seksual.
“Semua upaya harus kita lakukan, karena kondisinya (kasus kekerasan anak) sudah kritis. Semua celah-celah harus kita tutup. Semua lubang harus kita kunci agar tidak ada lagi ruang bagi orang-orang dewasa biadab yang mengincar anak-anak kita. Salah satu upaya itu adalah hukuman mati. Saya yakin, Undang-Undang Perlindungan Anak yang baru ini menjadi pijakan awal menuju Indonesia ramah anak,” ujar Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/10/2016).
Menurut Fahira, walau hukuman pidana maksimal sampai hukuman mati bagi pelaku kekerasan terhadap anak menjadi daya dorong untuk melindungi anak, tetapi tidak akan bermakna jika pemerintah tidak segera menyiapkan sistem perlindungan anak yang sinergis dan holistik baik preventif maupun penanggulangan yang efektif untuk mengatasi persoalan kejahatan kekerasan anak.
Malah tantangan perlindungan anak setelah disahkan Perppu ini akan semakin berat karena keberhasilan sebuah regulasi terutama undang-undang adalah sejauh mana obyek yang diatur dalam undang-undang tersebut, dalam hal ini tindak pidana kekerasan terhadap anak, tidak lagi dilanggar.
Oleh karena itu, tugas besar pemerintah dan semua elemen masyarakat adalah bahu membahu mengkampanyekan bahwa kekerasan anak adalah kejahatan luar biasa, sama seperti korupsi, terorisme, dan narkoba sehingga tidak punya tempat di negeri ini.
“Kekerasan terhadap anak tidak akan berkurang jika kita hanya mengandalkan pemidanaan saja. Harus ada upaya luar biasa dari pemerintah untuk menggerakan semua elemen masyarakat agar peduli dan ikut melawan segala bentuk kekerasan terhadap anak. Kekerasan anak itu kompleks, di dalamnya ada dimensi sosial, budaya, kesejahteraan, pendidikan, dan lainnya,” kata inisiator Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak yang juga Senator Jakarta ini.
Di banyak negara, lanjut Fahira, upaya mengubah mindset masyarakatnya bahwa kekerasan terhadap anak adalah kejahatan luar biasa sudah hampir selesai, sehingga fokus mereka saat ini adalah bagaimana setiap kebijakan publik atau kebijakan negara tidak merugikan kesejahteraan anak.
“Saat tindak pidana kekerasan terhadap anak sudah menurun drastis, karena sistem hukum yang tegas dan sistem perlindungan anak yang komprehensif, negara-negara ini berfokus kepada kesejahteraan anak. Bahkan, jika ada kebijakan pemotongan anggaran untuk penghemat, yang tidak potong hanya anggaran untuk pelayanan dan perlindungan kepada anak-anak karena mereka adalah bagian yang sangat rentan dari komunitas masyarakat. Saya yakin kita bisa menuju ke sana,” ujar Fahira.