Saling Tuding Dokumen Asli Kasus Pembunuhan Munir
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengaku heran mengenai kesulitan pemerintah menemukan dokumen asli TPF Munir.
Editor: Malvyandie Haryadi
![Saling Tuding Dokumen Asli Kasus Pembunuhan Munir](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/aksi-kamisan-dua-tahun-pemerintahan-jokowi-jk_20161021_225248.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, laporan hasil tim pencari fakta kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib diserahkan langsung ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005.
Namun, hingga kini laporan yang dimaksud entah dimana. Kesan saling tuding kemudian muncul.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengaku heran mengenai kesulitan pemerintah menemukan dokumen asli Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Ia kemudian mempertanyakan pihak-pihak yang mengaku tidak puas dengan tindak lanjut pengungkapan kasus itu pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Kalau memang belum puas, silakan bikin TPF baru. Kalau masih ngotot cari aslinya, kalau tak ada di Istana ya minta saja mantan-mantan anggota tim TPF," kata Syarief Hasan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/10) kemarin.
Ia juga turut mengomentari rencana Jaksa Agung HM Prasetyo menghadap SBY. Syarief menyarankan agar Prasetyo juga menanyakan kepada Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri.
"Karena itu kan kejadiannya di era Megawati. Bukan era Pak SBY. Pak SBY yang punya inisiatif buat TPF," kata dia.
Ia menegaskan, jika memang dokumen itu hilang, maka itu karena ketidaksengajaan. "Masa disengaja sih, tidak mungkin lah. Sama dengan cari dokumen 11 Maret (Supersemar) sampai sekarang belum ketemu. Gitu kan," tutur Syarief.
Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono bereaksi setelah namanya disebut sejumlah media terkait keberadaan dokumen TPF.
SBY mengatakan, sejak ramainya pemberitaan media dan perbincangan publik tersebut, dia bersama mantan pejabat di Kabinet Indonesia Bersatu mulai menyiapkan penjelasan terkait dokumen TPF Munir.
"Kami buka kembali semua dokumen, catatan, dan ingatan kami apa yang dilakukan pemerintah dalam penegakan hukum kasus Munir," tulis SBY.
SBY pun berusaha menyegarkan ingatannetizen mengenai mendiang Munir yang meninggal ketika menuju Amsterdam, Belanda, saat menumpang pesawat Garuda Indonesia pada 7 September 2004.
"Ketika aktivis HAM Munir meninggal, saya masih berstatus sebagai capres. Tiga minggu setelah jadi Presiden, Ibu Suciwati (istri almarhum) temui saya," kata SBY.
"Kurang dari seminggu setelah pertemuan itu (TPF Munir belum dibentuk) kita berangkatkan Tim Penyidik Polri ke Belanda," tambahnya.
Adapun aktivitas pemerintah dan penegak hukum selanjutnya, kata SBY, akan segera disampaikan kepada publik. "Penjelasan yang akan kami sampaikan dalam 2-3 hari mendatang, haruslah berdasarkan fakta, logika & tentunya juga kebenaran," kicau SBY.
Namun, politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu angkat bicara. Salah seorang anggota Komisi III DPR ini mempertanyakan pernyataan Presiden Ke-6 RI, SBY, terkait kematian aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib.
Pernyaataan SBY tersebut menurut Masinton seolah lempar tanggung jawab atas hasil tim pencari fakta (TPF) kasus Munir.
"Meninggalnya Almarhum Munir tanggal 7 September 2004, waktunya bertepatan dengan persiapan di Indonesia jelang Pilpres putaran kedua tanggal 20 September 2004," kata Masinton.
Politikus PDI Perjuangan itu menuturkan, benar faktanya bahwa status SBY saat itu masih sebagai Capres.
Namun, fakta sejarah juga mencatatkan bahwa penanganan kasus meninggalnya Munir mengalami kemandegan dalam masa sepuluh tahun atau dua periode dibawah kepemimpinan SBY sebagai Presiden RI.
Menurut Masinton, informasi selanjutnya kita mengetahui bahwa dokumen hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir ternyata pernah diserahkan ke Presiden SBY saat SBY menjadi orang nomor satu di Indonesia.
"Dan dokumen TPF Munir hingga sekarang belum diketahui keberadaanya," tegas Masinton Pasaribu. (tribunnews/zulfikar/kompas.com)