Dokumen TPF Tidak Ditemukan, Pemerintah Terancam Pidana
Jika benar dokumen resmi negara itu hilang, maka hal itu merupakan sebuah kejahatan tindak pidana
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pegiat HAM menilai pemerintah, baik itu di era kepemimpimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun Joko Widodo dapat terancam pidana karena hilangnya dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib.
"Jika benar dokumen resmi negara itu hilang, maka hal itu merupakan sebuah kejahatan tindak pidana," kata Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2016).
Pemerintah menurut Al Araf tidak bisa bertindak seenaknya.
Indonesia merupakan negara hukum, sehingga mengacu pada Pasal 53 Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008, hilangnya dokumen menyebabkan pidana dua tahun kurungan.
"Sedangkan, jika mengacu pada Pasal 86 Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat 2 dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun," ujar Al Araf.
Hilangnya dokumen TPF menandakan jika tata kelola sistem administrasi pemerintahan di Indonesia sangat buruk.
Dokumen yang begitu penting bagi proses penegakan hukum di dalam rangka mengungkap suatu kejahatan pembunuhan tidak diketahui keberadaannya.
"Pemerintahan SBY maupun Joko Widodo tidak bisa lepas tanggungjawab dari masalah ini, karena ini masalah serius," katanya.
Sementara itu Direktur Setara Institut Hendardi mengatakan pihaknya masih berpikiran positif bila dokumen tersebut akan ditemukan.
Sehingga pihaknya belum akan mempidanakan hilangnya dokumen TPF tersebut.
"(hukum) itu masih dalam proses, kita masih beranggapan dokumen tersebut akan ditemukan," kata Hendardi.