Ada Rekaman Pembicaraan Antara Polycarpus dan Muchdi
Namun di persidangan Muchdi PR menyangkal mengenal Polycarpus Budihari Priyanto itu.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam kasus pembunuhan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib, terbukti dari call data record (CDR) antara Polycarpus Budihari Priyanto yang sudah divonis bersalah melakukan pembunuhan, dengan Muchdi PR, yang pada 2004 lalu menjabat sebagai Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN).
Choirul Anam dari Komunitas Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) mengatakan dari CDR yang buktinya masuk di berkas Muchdi PR itu dapat disimpulkan hubungan Poycarpus Budihari Priyanto dengan mantan Danjen Kopassus TNI AD itu. Namun di persidangan Muchdi PR menyangkal mengenal Polycarpus Budihari Priyanto itu.
"Dalam sidang logikanya nggak jelas. Muchdi PR mengaku handphoney nya sering dipakai ajudan, sopir mahasiswa. Masa Jendral handphone nya dipakai mahasiswa," ujar Choirul Anam kepada wartawan, di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakrta Pusat, Minggu (30/10/2016).
Kata dia rekaman pembicaraan antara Polycarpus dan Muchdi sebenarnya ada. Ia mengaku mendapat pengakuan langsung dari Bambang hendarso Danuri pada sekitar 2004 - 2005 yang saat itu mmasih berstatus Kabareskrim Polri. Namun sayangnya rekaman tersebut tidak sampai masuk ke berkas penyelidikan Muchdi PR.
Saat Polisi melimpahkan berkas ke Kejaksaan, KASUM sempat mengklarifikasi ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) saat itu, Abdul Haris Ritonga. Pihak Kejaksaan saat itu mengklarifikasi bahwa tidak pernah ada rekaman tersebut.
"Rekaman suara ini sangat penting, karena rekaman suara ini (membuktikan) sebuah sekenario permufakatan jahat pembunuhan Munnir," ujarnya.
Asfinawati yang juga merupakan anggota KASUM, dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa jika rekaman tersebut memang ada, maka kesaksian Muchdi PR di persidangan dapat dibuktikan. Jika memang terbukti ia berbohong, maka dengan bukti yang sudah ada lalu ditambah rekaman tersebut, bisa dibuka penyelidikan ulang.
Lalu seberapa kuat alat bukti itu, Al Ghifari Aqsa yang juga merupakan anggota KASUM dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa bukti rekaman tersebut dapat dikatakan cukup kuat. Bukti itu juga tidak bisa dilawan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 7 September lalu, yang menyatakan alat bukti rekaman tidak mengikat.
"Mengenai putusan MK, itu berbeda. Rekaman baru sah jika diminta aparat hukum (seperti) Kejaksaan, Kepolisian dan KPK, di kasus Munir ini rekaman itu sudah didapatkan di Kepolisian dan Kejaksaan," katanya.
Oleh karena itu KASUM mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk tim baru untuk menindaklanjuti tugas-tugas Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir yang belum rampung, sekaligus melacak keberadaan rekaman tersebut.