PDIP Belum Pecat Indra yang Berstatus Tersangka dalam Kasus Penipuan
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Indra P Simatupang, telah ditetapkan sebagai tersangka
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Indra P Simatupang, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan yang menyebabkan korban mengalami kerugian hingga Rp 96 miliar. Meski demikian, PDIP belum memecat Indra.
Ketua DPP PDIP, Hendrawan Supratikno mengatakan, partainya tak langsung memecat Indra P Simatupang meski Indra telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Hendrawan menyatakan, kasus yang menjerat Indra adalah kasus penipuan yang dekat dengan kasus perdata. Sementara sanksi pemecatan seketika dilakukan hanya kepada kader yang terjerat kasus korupsi dan narkoba.
Hendrawan menyatakan, PDIP akan mempelajari kasus Indra terlebih dahulu.
"Akan dilakukan sanksi yang tegas dan terukur. Karena ini ranah perdata, harus dipelajari dulu kesepakatan antarpihak. Lain dengan kasus narkoba dan korupsi. Kalau itu tanpa ampun," ujar Hendrawan di Jakarta, Jumat (28/10).
Hendrawan menambahkan, begitu Indra ditetapkan sebagai tersangka dan kemungkinan ditahan, pengurus pusat PDIP menggelar rapat dan memutuskan untuk memberikan sanksi yang tegas dan terukur bagi anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) V Jawa Barat itu.
Namun PDIP kemungkinan juga bertanya kepada kedua belah pihak, yaitu Indra dan pihak pelapor, apakah masih ada jalan untuk didamaikan.
"Kami harus dapat informasi kesepakatan mereka seperti apa. Kalau menipu, apa jenis penipuannya? Kalau investasi itu kan bisa juga up and down," tutur Anggota Komisi XI DPR itu.
Terpisah, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Sarifuddin Sudding mengatakan, MKD akan berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya untuk mengetahui lebih jauh kasus yang menjerat Indra P Simatupang.
Meski kasus tersebut masuk dalam ranah hukum, tak menutup kemungkinan MKD akan memprosesnya. "Bisa saja diproses," ujar Sudding.
"Kami akan melakukan koordinasi dalam bentuk kunjungan dengan Polda Metro Jaya, kasus ini sudah diproses sejauh mana," katanya.
Namun, Sudding tak bisa memastikan kapan MKD akan berkunjung ke Polda Metro. "Bisa jadi dari pimpinan akan koordinasi di antara para anggota apakah akan ada yang mewakili," ujar Politisi Partai Hanura itu.
Baru-baru ini, polisi menetapkan Indra Simatupang sebagai tersangka kasus penipuan setelah memeriksa sejumlah saksi dan memeriksa bukti-bukti. Kepala Sub-Direktorat Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Hendy F Kurniawan menjelaskan, Indra Simatupang dilaporkan ke polisi oleh dua pengusaha yakni Louis Gunawan Khoe dan Yacub Tanoyo.
Louis dan Yacub adalah rekan bisnis Indra. Hendy mengungkapkan, dugaan penipuan yang dilakukan Indra dimulai sejak tahun 2013.
Saat itu, Indra, yang belum menjadi anggota DPR, mengajak keduanya berbisnis jual beli kernel dan CPO (crude palm oil atau minyak kelapa sawit mentah) yang dibeli dari PTPN V (Riau) dan PTPN VII (Lampung) lalu dijual ke PT Sinar Jaya dan PT Wilmar.
"Korban diiming-imingi keuntungan 10 persen dalam waktu satu bulan," ujar Hendy, Jumat.
Louis dan Yacub juga dikenalkan kepada ayah Indra, yakni Muwardy Simatupang, yang pada 2014 saat menjabat sebagai Deputi Menteri BUMN. Indra menyatakan bahwa bisnis jual beli kernel tersebut dirintis ayahnya.
Louis dan Yacub percaya dan menerima tawaran kerja sama itu. Indra lalu membuat surat perjanjian yang totalnya ada 8 surat perjanjian. Namun, dari perjanjian tersebut, modal yang telah dikeluarkan korban tidak pernah dikembalikan oleh Indra.
Indra beralasan, modal tersebut akan diputar kembali untuk menjalankan bisnis lainnya yang pada faktanya bisnis tersebut tidak pernah ada.
Setelah Indra menjabat sebagai anggota DPR, bisnis itu dilanjutkan oleh staf pribadinya yang bernama Suyoko.
"Sampai akhirnya, di bulan April 2015 kerja sama tersebut berhenti dan sampai sekarang tidak ada kelanjutannya. Kedua korban tidak mendapatkan keuntungan dan modal yang mereka setor tidak pernah dikembalikan," papar Hendy.
Karena merasa tertipu, korban akhirnya membuat laporan polisi pada tanggal 15 Februari 2016. (tribunnews/glery lazuardi/kompas.com)