Kritik Pedas TNI AU terhadap Kinerja PTDI
TNI Angkatan Udara bertahun-tahun merasa harus mengalah dan dirugikan terus-menerus oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - TNI Angkatan Udara bertahun-tahun merasa harus mengalah dan dirugikan terus-menerus oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Dalam hal suku cadang pesawat, misalnya, PTDI dinilai tidak dapat memenuhi dan mendukung kesiapan pesawat yang telah diserahkan kepada TNI AU.
Akibatnya, kesiapan pesawat TNI AU terus menurun. Pesawat tidak bisa digunakan pada saat dibutuhkan.
Kondisi seperti ini telah terjadi sejak lama hingga saat ini sehingga menimbulkan akumulasi kekecewaan bagi TNI AU terhadap industri strategis plat merah ini.
Selain itu, PT DI juga dinilai tidak mampu menempatkan TNI Angkatan Udara sebagai the first customer.
Padahal, di negara-negara maju, industri strategis pertahanan senantiasa menempatkan AU, AD, AL, maupun Kepolisian mereka sebagai the first customer.
Karena itu pula, industri pertahanan di negara-negara tersebut maju.
“Lockheed Martin, Northrop Grumman, Boeing, dan industri lainnya menjadikan Air Force atau Navy, maupun institusi dalam negeri mereka lainnya sebagai the first customer, di sini tidak.”
Demikian disampaikan Koordintator Staf Ahli (Koorsahli) KSAU Marsda TNI Usra Hendra Harahap saat menjadi keynote speaker Focus Group Discussion (FGD) bertema “Penguatan Peran Industri Pertahanan Dalam Rangka Mendukung Kesiapan Alutsista TNI” di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2016).
Usra menandaskan, sejatinya industri strategis pertahanan amatlah dibutuhkan oleh TNI Angkatan Udara.
Oleh karena itu pula TNI AU membeli sejumlah pesawat dari PT Dirgantara Indonesia.
TNI AU berkeinginan membangun kekuatan sistem pertahanan udara nasional (Sishanudnas) di mana hal itu membutuhkan ketersediaan alutsista yang memadai guna mendukung lima kemampuan operasi udara sesuai dengan Doktrin Swa Bhuana Paksa.
Usra Hendra Harahap atau yang akrab dipanggil Ucok menjabarkan, lima kemampuan operasi udara yang dimaksud adalah operasi serangan udara strategis, operasi lawan udara ofensif, operasi pertahanan udara nasional, operasi dukungan udara, dan operasi peran komunikasi.
Saat ini PTDI baru mampu mendukung operasi dukungan udara. “Itu pun sangat terbatas,” kata Ucok.
“Kita membeli pesawat CASA (CN-235, C295), membeli helikopter dari PTDI, tapi akhirnya kita berhadapan dengan kesiapan yang sangat menurun. Terjadi degradasi,” tegas Ucok.
Maka, TNI AU berpendapat, alangkah baiknya bila AU, AD, AL, Kepolisian yang notabene membutuhkan pesawat dari PTDI, ditempatkan oleh PTDI sebagai the first customer dengan baik.
“PTDI seharusnya memberikan supervisi terhadap produk-produk yang diinginkan oleh customer.”
Melalui kegiatan FGD yang diselenggarakan oleh National Air and Space Power Center of Indonesia (NASPCI) tersebut, TNI AU sebenarnya berharap PTDI bisa hadir sehingga semua pihak bisa berbicara dari hati ke hati dengan mengedepankan semangat brotherhood, persaudaraan, dan kekeluargaan.
Namun, lagi-lagi, pihak PTDI yang diundang secara resmi ini tidak hadir.
Entah karena alasan apa, padahal semestinya tim PTDI sudah berada di Jakarta untuk pembukaan Indo Defence 2016 di Kemayoran esok hari.
Pihak lain yang juga sangat disayangkan tidak datang memenuhi undangan adalah Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) serta Komisi I DPR RI.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.