Bukan Hanya Ahok, Ketua MUI Juga Akan Diperiksa Bareskrim
Dugaan penistaan agama dilakukan Ahok saat berbicara di depan warga Kepualaun Seribu, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tidak hanya akan memeriksa Ahok, tetapi juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin.
Penyidik Polri akan memeriksa Ma'ruf Amin tidak di kantor polisi melainkan di Kantor MUI.
Juru Bicara Mabes Polri Kombes Rikwanto mengatakan, polisi akan menanyakan beberapa hal terhadap ulama tersebut.
"Penyidik akan tanya apa benar MUI mengeluarkan fatwa terkait pidato Saudara Ahok di Kepulauan Seribu. Apa dasarnya dan sebagainya," ujar Rikwanto seperti disiarkan Radio Elshinta, Senin (7/11/2016).
Seperti diberitakan, Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah tiba di kantor Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Senin (7/11/2016) pukul 08:15.
Ahok datang ke Mabes Polri ditemani beberapa politisi dari PDI Perjuangan dan anggota Tim Sukses pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, seperti Trimedya Panjaitan dan Ruhut Sitompul.
Ruhut Sitompul menginginkan agar kasus dugaan penistaan agama terang benderang.
Ahok akan diperiksa terkait laporan kasus penistaan agama yang dilaporkan sejumlah Ormas Islam.
Dugaan penistaan agama dilakukan Ahok saat berbicara di depan warga Kepualaun Seribu, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Juru bicara Mabes Polri Kombes Rikwanto sebagaimana dilaporkan Radio Elshinta mengatakan, dalam surat panggilan terhadap Ahok disebutkan, Gubernur DKI Jakarta yang tengah menjalani cuti di luar tanggungan negara itu akan diperiksa pukul 08.00.
"Jadi, dalam surat panggilan itu disebutkan Saudara Ahok akan diperiksa Senin (7/11/2016) pukul 08.00. Ya mungkin yang bersangkutan bisa datang pukul 08.00 atau mungkin telat sampai pukul 09.00," ujar Rikwanto.
Sebelumnya disebutkan Ahok akan diperiksa pukul 10.00.
Fatwa MUI
Seperti diberitakan sebelumnya, Ahok dalam pertemuan dengan warga Kepulauan Seribu menyatakan : "Kalau Bapak ibu ga bisa pilih saya, karena dibohongin dengan surat Al Maidah 51, macem macem itu. Kalo bapak ibu merasa ga milih neh karena saya takut neraka, dibodohin gitu ya gapapa".
Pernyataan ini menyulut kemarahan publik, terutama umat Muslim. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa bahwa Ahok telah melakukan penistaan terhadap agama.
Kemarahan massa itu berbuntut pada unjuk rasa yang dilakukan beberapa kali, terakhir Jumat (4/11/2016).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan sikap terkait penistaan Agama ini.
Menurut keterangan tertulis MUI, pernyataan Ahok saat kunjungan kerja di kepulauan seribu, dikategorikan menghina Al-Quran dan menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
Sebelumnya, Amirsyah Tambunan Wakil Sekretaris Jenderal MUI mengatakan MUI tingkat daerah sudah banyak melaporkan pernyataan Ahok. Mulai dari Jawa Barat, Pekanbaru, Sumatera Selatan, hingga Tangerang, menyatakan protes terhadap hal tersebut.
Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan sebagai berikut:
1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.
3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, *hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran*.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin *adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.*
Berdasarkan hal di atas, maka *_pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum._*
Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :
1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.
3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.
5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.
Selasa, 11 Oktober 2016. (Faizal Rapsanjani)