''Saya Harap Antasari Tak Ikut Dalam Tarik-Menarik dan Kegilaan Politik Setelah Ia Bebas''
Apalagi kata Erwin, bila dilihat dari sudut kewajaran, bebasnya Antasari sebenarnya kurang wajar.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Saya berharap Antasari Azhar tidak ikut dalam tarik menarik dan kegilaan politik setelah ia bebas."
Ya itulah pesan yang disampaikan Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dalam hitungan hari, Antasari Azhar akan menghirup udara bebas, pada Kamis (10/11/2016).
Ia dihukum Mahkamah Agung (MA) karena diyakini menjadi otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen pada Maret 2009.
Mengenai kebebasan Antasari, Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar berharap agar mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tidak ikut dalam tarik menarik dan kegilaan politik setelah bebas nantinya.
Apalagi kata Erwin, bila dilihat dari sudut kewajaran, bebasnya Antasari sebenarnya kurang wajar.
Karena menurutnya, terlalu banyak previledge atau kemudahan yang diberikan oleh penguasa.
"Saya mengkhawatirkan bahwa sejumlah previledge yang diterima Antasari saat ini berhubungan dengan deal-deal penguasa," ujar Erwin kepada Tribunnews.com, Senin (7/11/2016).
Untuk itu dia berpesan agar Antasari tidak ikut larut dalam permainan politik setelah menghidrup kebebasan.
Sebagaimana diketahui, Antasari dihukum 18 tahun penjara di tingkat pertama dan dikuatkan oleh majelis banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Tapi dari 3 hakim tingkat pertama, 3 hakim tingkat banding dan 8 hakim agung, hanya satu hakim agung yang memutuskan Antasari Azhar bebar murni dan tidak terlibat kasus pembunuhan tersebut.
Hakim agung itu adalah Prof Dr Surya Jaya yang menyatakan bahwa benar Antasari pernah curhat soal kasusnya dengan Sigit Haryo.
Tetapi tidak ada satu pun kata dan kalimat yang menyuruh Sigit Haryo Wibisono untuk menghabisi nyawa Nasrudin.
"Fakta hukum persidangan menunjukkan tidak satu pun alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang dapat digunakan untuk menyatakan Antasari telah melakukan 'penganjuran atau pembujukan' kepada Sigit maupun kepada Wiliardi, terlebih lagi kepada Edo dan kawan-kawan," demikian pertimbangan Surya yang juga guru besar Universitas Hasanuddin itu.