YLBHI: Gelar Perkara Kasus Ahok Secara Terbuka Tak Punya Dasar Hukum
Gelar perkara seharusnya dilakukan pada fase penyidikan bukan penyelidikan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani menilai gelar perkara terbuka kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diwacanakan Kepolisian tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Pasalnya, menurut dia, berdasarkan Perkap No 14 Tahun 2012 hanya ada 2 bentuk Gelar Perkara.
Yakni Gelar Perkara Biasa hanya untuk internal penyidik di Kepolisian.
Kemudian adalah Gelar Perkara Khusus yang diajukan oleh pihak pelapor dan/atau terlapor yang dapat dibuka untuk melibatkan ahli, saksi, dan bukti-bukti lain.
"Jika merujuk pada pernyataan dari Kepolisian terkait Gelar Perkara yang terbuka untuk umum dan disiarkan lewat televisi, menurut hemat saya tidak termasuk dalam kedua bentuk Gelar Perkara yang ada," ujar Julius kepada Tribunnews.com, Selasa (8/11/2016).
Apalagi mengingat gelar perkara merupakan bagian dari proses projustitia yang harus tertutup dan dijaga kerahasiaannya.
Tujuannya sangat sederhana, misalnya untuk menghindari distraksi atau gangguan dalam proses pemeriksaan.
"Termasuk jika P21 dan sampai di persidangan. Gangguan berupa sudah disiapkannya strategi pembelaan Tersangka misalnya," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Miko S Ginting.
Mekanisme tersebut rencananya digunakan dalam fase penyelidikan terkait kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Miko mengatakan, gelar perkara seharusnya dilakukan pada fase penyidikan bukan penyelidikan.
Ini merujuk pada Pasal 15 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
"Meskipun Pasal 71 Peraturan Kapolri tersebut mengatur tentang gelar perkara khusus untuk perkara-perkara tertentu, tetapi tahapannya tetap pada fase penyidikan dan bukan penyelidikan," ujar Miko dalam rilisnya, Selasa (8/11/2016).
Menurut Miko, jika kasus yang melibatkan Ahok belum memasuki fase penyidikan, maka gelar perkara untuk kasus tersebut tidak memiliki dasar hukum.
"Oleh karena itu, pihak Kepolisian perlu terlebih dahulu menentukan kasus ini sudah memasuki fase penyidikan atau belum," ucap Miko.
Miko menuturkan, mekanisme gelar perkara dalam kasus Ahok, khususnya dalam fase penyelidikan, patut dipertimbangkan kembali.
Pertimbangan itu, kata Miko, diambil tanpa mengesampingkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Miko mengatakan, Kepolisian tak perlu takut kasus Ahok dianggap tidak transparan dan akuntabel jika gelar perkara kasus dilakukan secara tertutup.
Pasalnya, prinsip tersebut sebenarnya sudah terpenuhi apabila Kepolisian menjelaskan setiap proses yang sudah, sedang, dan akan dilakukan dalam pemeriksaan dugaan tindak pidana secara transparan dan akuntabel kepada masyarakat.
"Misalnya, dengan melakukan konferensi pers setiap selesai satu tahapan dalam penyelidikan," kata Miko. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.