Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BKKBN Bantu Pemprov Jabar Kampanye Hindari Pernikahan Dini

Pada kerangka kerjasama dunia dalam Sustainable Development Goals, pemerintah seluruh dunia sudah bersepakat menghapus perkawinan anak pada 2030.

Editor: Content Writer
zoom-in BKKBN Bantu Pemprov Jabar Kampanye Hindari Pernikahan Dini
Humas Jabar
Kepala Bidang Pelatihan dan Pengembangan BKKBN Jawa Barat Ida Indrayanti saat acara kampanye kepada anak-anak sekolah di Lapangan Progresif, Kota Bandung, Rabu (9/11/2016) siang. 

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyokong program Pemprov Jabar tentang kampanye hindari perkawinan anak/dini. 

Kepala Bidang Pelatihan dan Pengembangan BKKBN Jawa Barat Ida Indrayanti mengatakan, masalah pernikahan dini di Indonesia menjadi hal yang serius karena masih banyak yang melakukannya. 

Merujuk data yang ada, sekarang rata-rata usia pernikahan di Jabar itu usianya 18,05 tahun.

Menaikkan rata-rata angka usia itu tak mudah karena total remaja di Jabar sekitar 26 persen dari jumlah penduduk kita yang 46, 7 juta ini. 

Padahal isu pernikahan dini adalah salah satu topik yang menjadi perhatian penting pada kerangka kerjasama dunia yang tercakup Sustainable Development Goals. Pemerintah seluruh dunia sudah bersepakat menghapus perkawinan anak pada 2030.

"Kami mengampanyekan pernikahan usia muda untuk perempuan minimal 21 tahun dan laki-laki 25 tahun," katanya kepada Tim Humas Jabar saat acara kampanye kepada anak-anak sekolah di Lapangan Progresif, Kota Bandung, Rabu (9/11/2016) siang.

Kampanye dilakukan guna menghindari dampak negatif yang sering ditimbulkan untuk keluarga pasangan pernikahan dini. Pernikahan dini biasanya berlangsung tanpa kesiapan mental dan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 

Berita Rekomendasi

Ada pula dampaknya pada kesehatan perempuan. Seringkali organ reproduksi perempuan belum siap, sehingga bisa menyebabkan kesakitan, trauma seks bekelanjutan, pendarahan, keguguran bahkan hingga fatal yakni kematian ibu saat melahirkan.

"Ini salah satu usaha kita mengkampanyekan hal itu. Kita ada program GenRe (Generasi Berencana) ada PIK (Pusat Informasi dan Konseling) untuk remaja dan mahasiswa. Sejauh ini program itu cukup ampuh dengan masuk ke sekolah-sekolah dan lingkungan masyarakat," katanya.

Pesan komunikasi serupa sejalan dengan program P2TP2A Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat. Melalui ketuanya,  Nety Prasetiyani Heryawan, kampanye terkait dalam banyak kesempatan menekankan pernikahan dini berkaitan dengan masalah ketahanan keluarga. 

Pernikahan dini menurutnya menyebabkan berbagai kasus kerentanan dalam keluarga.

Banyak kasus-kasus perceraian di Jawa Barat terjadi pada pasangan usia muda atau yang menikah dini. 

Pasangan ini menurutnya tidak mempunyai komitmen yang kokoh dalam membangun rumah tangga, sehingga berdampak pada pengasuhan anak-anak hasil pernikahan. 

Ida melanjutkan, pihaknya merasa masih cukup berat untuk menaikkan usia pernikahan dini dari 16 tahun ke 19 atau 21 tahun buat perempuan. 

Banyak hal yang melatarbelakanginya, salah satunya adalah budaya yang kental di masyarakat jika pernikahan usai muda sah-sah saja dilakukan, khususnya di pedesaan.

Selain kampanye langsung, BKBBN juga mencoba memberikan pemahaman melalui media massa atau teknologi yang berkembang saat ini. Pernyataan banyak anak banyak rezeki, coba dirubah menjadi banyak anak banyak rezeki yang harus dicari. Atau dua anak cukup, atau dua anak lebih baik. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas