Komentar Para Mantan Komisioner KPK Terkait Kasus Brotoseno
Publik pun mulai mengingat rekam jejak Brotoseno, terlebih dia pernah dikembalikan ke Korps Bhayangkara. Dia dianggap melanggar ketentuan di KPK.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk secara resmi oleh Pemerintahan Megawati pada 2003.
Lembaga otonom tersebut dibekali dasar aturan tersendiri dan punya anggaran yang relatif lebih besar dengan penegak hukum lain.
Tujuannya, agar menjadi percontohan bagi Kepolisian dan Kejaksaan yang dianggap belum mendapat kepercayaan publik dalam pemberantasan rasuah.
Namun, beberapa hari lalu, AKBP Brotoseno, seorang mantan penyidik KPK tertangkap tangan oleh Tim Saber Pungli.
Satuan tugas bentukan Presiden Joko Widodo menduga perwira menengah polisi itu menerima suap miliaran Rupiah untuk menunda penanganan kasus dugaan korupsi proyek cetak sawah oleh Kementerian BUMN di Kalimantan Barat pada 2012 hingga 2014. Perkara itu tengah ditangani Brotoseno.
Publik pun mulai mengingat rekam jejak Brotoseno, terlebih dia pernah dikembalikan ke Korps Bhayangkara. Dia dianggap melanggar ketentuan di KPK.
Mantan Wakil Ketua KPK yang kini menjadi Inspektur Jenderal di Kementerian Agama, Muhammad Yasin menyebutkan pihaknya telah memberi tahu Polri saat mengembalikan Brotoseno.
"Mekanisme (pengembalian) seperti ini, diberitahukan kinerjanya dan dikembalikan karena pelanggaran etik. Mohon dibina," kata Yasin saat dihubungi, Senin (21/11/2016).
Yasin tidak mengungkapkan secara gamblang bentuk pelanggaran etik yang dilakukan Brotoseno.
Namun, dia menyebutkan satu contoh kesalahan yang dapat membuat seorang pegawai KPK diberhentikan. "Misal dia pacaran padahal sudah punya istri ya diberhentikan. Kita keras," sebutnya.
Regulasi internal KPK yang sampai mengurus kehidupan pribadi pegawainya, disebut Yasin punya tujuan jelas. Polisi dan jaksa yang nantinya pulang ke lembaga asal, terbiasa dengan kedisiplinan dan memberi pengaruh pada lingkungannya.
"Artinya itu orang dari kpk yang bekerja baik, kalau pulang bisa kembangkan virus kebaikan,".
Urusan kepegawaian, terutama penyidik atau penyelidik pinjaman dari Kepolisian dan Kejaksaan, disebut Yasin sudah sangat ketat.
Selain merupakan orang terpilih dari institusi asal, orang yang disodorkan kepada KPK kembali diseleksi ulang.
"Misal kami (KPK) butuh lima diberikan dua kali lipatnya, dan diseleksi lagi. Dites tertulis dan wawancara," jelasnya. Rekam jejak dan pengalaman calon pegawai KPK juga menjadi perhatian.
Untuk menghindari godaan dari pada koruptor, lembaga yang kini dipimpin Agus Raharjo memberikan penghasilan tidak sedikit kepada aparatnya.
"Untuk yang baru lulus S1 saja dibulan pertama kerja langsung dapat Rp 15 juta, kalau yang sudah berpengalaman seperti polisi bisa lebih tinggi," kata Yasin.
Penghasilan yang tidak sedikit itu dapat dinikmati seorang pegawai KPK dari instasi lain paling sebentar empat tahun, dengan catatan tidak melakukan pelanggaran.
Jika dianggap bekerja dengan baik, polisi atau jaksa dapat diperpanjang masa kerjanya hingga delapan tahun.
Dia pun mendorong penegak hukum lain agar diberikan upah yang sama seperti KPK. Tujuannya agar tindakan tegas dapat segera diambil, hingga sampai kesalahan tingkat remeh.
Selain penghalang godaan berupa materi, KPK juga membekali pegawainya dengan pembinaan keagamaan. Yasin menceritakan, lembaga yang berkantor di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan itu, setiap Jumat ada pembinaan rohani untuk semua agama.
Terkait anggota Kepolisian yang kini sudah kembali berseragam coklat tua, penyusun Undang-Undang KPK Indriarto Seno Adji menilai sudah mulai membenahi institusi penegak hukum itu.
Apa lagi ada beberapa jabatan strategis yang dipercayakan pada jebolan KPK.
"Beberapa posisi strategis di Mabes Polri memang dipercayakan perwira eks-KPK dalam membawa perubahan dan penempatan posisi strategis. Ini sudah menjadi bukti kepercayaan dan parameter perubahan di Polri," kata Indriarto saat dihubungi.
Kasus Brotoseno, disebut mantan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK itu, masih harus dicermati. Karena Indriarto mengenal Brotoseno sebagai polisi yang berintegritas.
Dia menduga, teman dekat Angelina Sondakh itu hanya kurang beruntung saja. "Masukan yang Saya terima bahwa benar AKBP B seorang yang miliki integritas baik. Tapi posisi B pada saat waktu dan tempat yang keliru,".
Meski demikian, Indriarto tetap merasa prihatin. Dia pun berharap kasus ini menjadi kali terakhir penegak hukum tersandung suap. "Semoga ini menjadi awal sekaligus akhir dari penegak hukum yang terlibat hal semacam ini,". (val).