Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Densus 88 Cemas Radikalisme Menyentuh Anak-anak

Kepala Bidang Investigasi Densus 88 Faisal Tayeb mengatakan, pihaknya cemas terhadap anak-anak yang sudah terkena paham radikalisme.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Densus 88 Cemas Radikalisme Menyentuh Anak-anak
Tribun Kaltim/Christoper Desmawangga
Tersangka kasus bom di halaman Gereja Oikumene digiring menuju mobil tahanan, untuk selanjutnya dibawa ke Jakarta oleh Densus 88, Sabtu (19/11/2016). Beberapa tersangka kasus ini masih berusia di bawah 18 tahun. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kepala Bidang Investigasi Densus 88 Faisal Tayeb mengatakan, pihaknya cemas terhadap anak-anak yang sudah terkena paham radikalisme.

Ia memberi contoh Bahrun Naim yang pandai memengaruhi anak-anak untuk mengamini paham radikalisme.

Faisal mengatakan, ada satu anak yang telah berada di bawah didikan Bahrun Naim sejak berusia sembilan tahun dan kini telah setara dengan usia siswa SMA kelas I.

"Anak ini sudah bisa buat bom. Sudah beberapa kali percobaan dan meledak," kata Faisal dalam paparannya pada sebuah simposium di Universitas Indonesia, Depok, Rabu (30/11).

Menurut Faisal, anak itu akan dijadikan pembuat senjata oleh kelompok Bahrun Naim. Setelah anak itu merakit senjata, kelompok lain akan mengambil hasil kreasinya.

"Anak ini bikin, kelompok lain mengambil dari tempat dia. Ini masalah besar yang kami hadapi," ucap Faisal.

Faisal menyebutkan, pihaknya tidak berupaya membawa anak-anak yang terkena pengaruh radikalisme ke pengadilan. Pihaknya akan melakukan upaya deradikalisasi.

Berita Rekomendasi

Rio Gunakan Kutek Sebagai Bahan Bom

Pada beberapa kasus teror, pelakunya tergolong berusia di bawah 30 tahun. Misalnya pelaku bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Januari 2016. Para pelakunya antara lain adalah Dian Juni (25), Muhammad Ali (29), dan Ahmad Muhazan (25).

Pelaku perakitan bom di Majalengka, Jawa Barat, juga berusia muda, antara 20 tahun hingga 30 tahun.

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Boy Rafli Amar menjelaskan, tokoh penting dari kelompok Majalengka adalah Rio Prianta Wibawa (24), mantan penyuluh pertanian yang menguasai ilmu kimia dan tahu mengenai reaksi-reaksi kimia.

"Bom kelompok Majalengka ini, bahan campurannya high explosive. Bom Bali yang dibuat oleh Nurdin M Top, dr Azhari dan Imam Samudra, bobotnya 400 kg, tapi tergolong low explosive. Kalau bom buatan kelompok Majalengka, beratnya tidak seberapa tapi efek ledakannya dahsyat," ungkap Boy.

RPW mendapat pengetahuan membuat bom dari dokumen tertulis maupun video yang dipasok Bahrun Naim, warga negara Indonesia yang bergabung ISIS dan pernah menantang Panglima TNI. Sebagian kecil dokumen maupun video, ditemukan sendiri oleh RPW. (tribunnews/theresia felisiani/kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas