Andai Pilkada Tak Ada Politik Uang, Praktik Korupsi Bisa Turun
Pilkada serentak hendaknya dimanfaatkan untuk kampanye massif anti korupsi dan anti politik uang.
TRIBUNNERS, JAKARTA - Pada 15 Februari 2017 mendatang, pilkada serentak gelombang kedua akan digelar di 101 daerah di Indonesia.
Gelombang pilkada serentak akan terus berlangsung pada 2018, 2020, 2022 dan puncaknya pada 2027 di mana saat itu semua daerah di Indonesia, dari Sabang sampai Marauke akan melakukan pilkada serentak.
Selain lebih efekfif dan efisien, gelaran pilkada serentak hendaknya dimanfaatkan untuk kampanye massif anti korupsi dan anti politik uang.
Momen pilkada serentak sangat tepat, karena praktik politik uang yang bersemai saat pilkada punya relasi yang kuat dengan praktik korupsi kepala daerah dikemudian hari.
"Ini kan semacam ‘lingkaran setan’. Saat calon butuh kendaraan dan dana kampanye, dia harus punya uang. Saat dia membutuhkan uang, para pengusaha hitam datang membantu, tentunya dengan syarat. Saat dia perlu pengakuan dan suara instan, dia sebar uang ke pemilih. Nanti, saat terpilih dia harus mengembalikan semua uang yang sudah habis. Gaji kepala daerah tidak akan cukup, satu-satunya cara ya korupsi," ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, saat memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (9/12/2016).
Fahira mengungkapkan, walau ‘lingkaran setan’ praktik politik uang nyata, tetapi sangat susah dibuktikan.
Selain melakukan pencegahan dan penindakan yang luar biasa, kampanye penyadaran yang masif terutama bagi calon dan pemilih menjadi penting dan momen pilkada serentak ini harus dimanfaat untuk kampanye penyadaraan anti korupsi dan anti politik uang.
Partai politik, lanjut Fahira, harus jadi yang terdepan mengkampanyekan penyadaran anti korupsi dan anti politik uang.
Selain mempunyai massa dan konstituen yang nyata, partai politik juga punya relasi langsung dengan para calon kepala daerah sehingga perannya sangat signifikan mencegah dan menurunkan angka korupsi kepala daerah di Indonesia.
"Saya yakin semua parpol punya komitmen tinggi memberantas korupsi hanya tinggal mengubah wacana anti korupsi menjadi praktik nyata di lapangan. Partai harus bisa memformulasikan sebuah sistem yang benar-benar mampu menutup semua celah bagi calon kepala daerah yang mereka ajukan, melakukan praktik politik uang dan praktik korupsi saat nanti terpilih. Jika parpol mampu, maka saya rasa jihad kita melawan korupsi bisa lebih mudah," kata Senator Jakarta ini.
Terlepas dari masih adanya indikasi praktik politik uang pada gelaran pilkada, menurut Fahira, gelaran pilkada telah melahirkan banyak kepala daerah yang berhasil, tidak hanya merubah wajah daerah dan warganya, tetapi juga mampu menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
"Sangat banyak calon kepala daerah yang saat berkompetisi niatnya ikhlas, menolak dengan tegas praktik politik uang untuk mendapatkan suara dan menolak dengan tegas sumber-sumber dana atau sumbangan dari pihak-pihak yang tidak jelas dan punya maksud tertentu. Mereka inilah yang nanti saat terpilih berani menempatkan kepentingan warganya di atas kepentingan siapapun," tutur Fahira.