Pembelaan Diri Hatta Taliwang atas Sangkaan Postingan SARA di Facebook dan Dugaan Makar
Atas sangkaan dan tuduhan tersebut, Hatta Taliwang merasa tidak melakukan pelanggaran apapun.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Muhammad Hatta Taliwang (62) ditangkap polisi atas sangkaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena memposting tulisan di media sosial untuk menimbulkan penghasutan kebencian atau permusuhan kelompok berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan).
Penangkapannya juga terkait dugaan rencana makar kelompok Rachmawati Soekarnoputri pada unjuk rasa damai umat muslim terkait proses hukum Ahok di Monas, 2 Desember 2016, atau aksi 212.
Atas sangkaan dan tuduhan tersebut, Hatta Taliwang merasa tidak melakukan pelanggaran apapun.
"Jadi, tidak ada upaya menghasut melalui postingan itu. Kalau menghasut itu seperti mengusir atau seruan menyerang minoritas lewat tindakan. Ini kan tidak," kata penasihat hukum Hatta Taliwang, Muhammad Syukur Mandar.
Hatta Taliwang ditangkap petugas Ditreskrimsus Polda Metro Jaya di rumahnya, Rusun Benhil 2, Jakarta Pusat, Kamis (8/12/2016) dini hari.
Penangkapan dilakukan setelah Hatta Taliwang ditetapkan sebagai tersangka atas sangkaan pelanggaran Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
Pasal 45 ayat 2 undang-undang tersebut mengatur pelaku atas pelanggaran Pasal 28 ayat 1 dan 2 dipidana penjara penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Menurut Syukur, ada dua unsur Pasal 45 ayat 2 UU ITE yang disangkakan kepolisian kepada Hatta Taliwang. Yakni, unsur kesengajaan penyebaran informasi bertujuan penghasutan dan tanpa hak.
Sementara, menurut Hatta Taliwang, beberapa tulisan yang diunggahnya di akun facebook-nya bukan sengaja bertujuan untuk penghasutan. Tetapi, sebatas sikap atau pandangan dari Hatta Taliwangan sebagaimana pengamatannya atas kondisi bangsa dan negara.
"Sehingga hal itu tidak tepat dijustifikasi sebagai upaya menghasut dengan menyebarkan informasi bermuatan SARA," kata dia.
Menurut Syukur, unsur tanpa hak dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE juga tidak tepat.
Sebab, kebebasan warga negara dalam menyampaikan pendapat diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Pasal 23 ayat 2 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
"Yang disampaikannya itu adalah hak beliau yang dijamin oleh konstitusi. Jadi, bukan tanpa hak," ujarnya.
Adapun tentang dugaan keterlibatan Hatta Taliwang dalam rencana permufakatan makar, Hatta Taliwang mengakui ikut dalam pertemuan dengan beberapa tokoh bersama Rachmawati Soekarnoputri.
Namun, Hatta Taliwang tidak pernah menyampaikan pendapat maupun kesepakatan untuk melakukan makar terhadap pemerintahan yang sah.
Menurut Hatta Taliwang, dirinya dalam pertemuan itu hanya menyampaikan sikap atau pandangan atas kondisi perkembangan politik dan ekonomi pemerintahan Jokowi-JK saat ini, seperti pribumi menjadi kaum termaginalkan dan mayoritas tertindas.
Hatta Taliwang dalam pertemuan itu juga menyampaikan sepakat agar Indonesia kembali kepada UUD 1945 lama atau sebelum amandemen.
"Bahwa kemudian ada penilaian (Hatta Taliwang) bahwa pemerintahan Jokowi ini 'gagal' dalam melaksanakan harapan masyarakat, itu tidak bisa dianggap makar," kata Syukur.
Syukur menambahkan, tim penasihat hukum akan melakukan pengkajian lebih dalam jika kepolisian menjerat Hatta Taliwang atas sangkaan melakukan permufakatan makar atas pemerintahan Jokowi-JK.
"Jadi dia tidak menafikkan pandangannya itu. Tapi, di mana makarnya," ujarnya.