Solusi Kapolri Terkait Ancaman Terhadap Kebhinekaan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui adanya ancaman terhadap kebhinekaan atau keragaman bangsa Indonesia.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui adanya ancaman terhadap kebhinekaan atau keragaman bangsa Indonesia.
Tito menilai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia rentan pecah karena adanya ketimpangan kesejahteraan dan ketidakadikan.
Struktur masyarakat Indonesia, kata dia, masih berbentuk piramida, hanya sebagian kecil masyarakat yang sejahtera dan sebagian besarnya belum sejahtera.
"Umumnya, negara yang sejahtera soliditasnya tinggi. Ketimpangan dan ketidakadilan ini juga menjadi ancaman terhadap kebhinekaan," ujar Tito saat menjadi Keynote Speaker dalam diskusi bertajuk “Merangkai Indonesia Dalam Kebhinnekaan” di Kampus UNJ, Jakarta, Senin (19/12/2016).
Sementara faktor lainnya, kata dia, disebabkan karena adanya proses demokratisasi dan liberalisasi yang memberikan kebebasan yang berlebihan kepada berbagai elemen masyarakat.
Sehingga tak heran, kata dia, ada kelompok masyarakat atau ormas, atas nama demokrasi dan liberalisasi, bertindak sebebas-bebasnya.
"Selain demokratisasi dan liberalisasi, perkembangan teknologi informasi juga membuka ruang kebebasan yang seluas-luasnya sehingga berbagai ideologi dan ajaran radikal masuk dengan mudah ke Indonesia," jelas dia.
Begitu juga dengan media sosial yang menurut Tito saat ini sangat mudah mempengaruhi dan mengarahkan opini publik ke tujuan-tujuan tertentu termasuk ke arah radikal dan terorisme.
"Ideologi radikal masuk melalui jaringan-jaringannya atau media di dunia maya. Ini masuk seperti jalan tol, tidak adanya filter yang kuat," ungkap dia.
Berdasarkan pada hal itu, Tito menganjurkan dua langkah untuk mengantisipasi ancaman terhadap kebhinekaan dan muncul berbagai gerakan radikalisme serta terorisme di Indonesia.
Pertama, kata dia perlu mengintensifkan sosialisasi dan internalisasi empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
"Empat pilar ini perlu terus diperdalam, disosialisasi dan diinternalisasikan secara intens di lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan, lembaga non-pemerintah, pihak swasta dan seluruh masyarakat untuk memperkuat ideologi kebangsaan," imbuh dia.
Langkah kedua, kata Tito adalah penegakan supremasi hukum atau Rule of Law. Hukum, menurut dia, harus mengatur secara dinamis kebebasan masyarakat sehingga terjadi keseimbangan antara kebebasan individu (civil liberty) dengan kemanan nasional (national security).
"Penegakan hukum ini penting agar terjadi kepastian dan ketertiban dalam masyarakat. Kebebasan individu dan keamanan nasional adalah dua hal yang berkaitan. Jika kebebasan individunya naik, maka keamanan nasionalnya turun. Karena itu, jika ada ormas yang bertindak seenaknya dan sebebasnya, maka kebebasan diatur agar dikurangi, sehingga keamanan nasional terjaga," terang Tito.