Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sebelum ke Belanda, Munir Titipkan Data Korupsi ke George Aditjondro

Termasuk ketika meneliti beberapa fakta yang kemudian dituangkan le dalam buku Gurita Cikeas.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Sebelum ke Belanda, Munir Titipkan Data Korupsi ke George Aditjondro
istimewa
George Aditjondro semasa hidupnya saat peluncuran buku Membongkar Gurita Cikeas. 

"Mengenang 7 Hari Kepergian George Aditjondro"

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dari diskusi mengenang George Junus Aditjondro yang diadakan INTRANS di Iceberg Cafe Cikini, 18 Desember 2016 lalu, terungkap hal mengejutkan.

Hal ini disampaikan oleh Woro Wahyuningtias, orang yang selama ini mendampingi George dalam beberapa penelitian.

Termasuk ketika meneliti beberapa fakta yang kemudian dituangkan le dalam buku Gurita Cikeas.

Sebagaimana diketahui publik, Munir aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang berencana melanjutkan studi ke Belanda, akhirnya menghembuskan nafas terakhir dalam penerbangan Garuda Indonesia Jakarta – Amsterdam, tepat ketika Indonesia menjelang suksesi kepemimpinan nasional tahun 2014.

Meski beberapa nama sudah dijatuhi hukuman, namun misteri sekitar kematiannya masih gelap. Hal ini kemudian mencuat kembali menjelang aksi Bela Islam 411 dan 212, ketika Istana Merdeka menyatakan bahwa dokumen hasil penelitian Tim pencari Fakta Kasus Munir dinyatakan hilang ketika SBY masih menjabat Presiden.

Cikeas panas dan segera melakukan klarifikasi atas hilangnya dokumen tersebut.

BERITA REKOMENDASI

Di awal diskusi Woro Wahyuningtias, Direktur JKPLK, menyebutkan “Jika dulu Ramadhan Pohan mengatakan ‘siapa George Aditjondro ini?’ itu karena Ramadhan tidak mengenal George, padahal sejak dulu George sudah mengendus gurita bisnis keluarga Cikeas, yang mungkin jika tidak ada buku George, kekayaannya bisa melebihi keluarga Cendana hari ini. Karena buku George maka beberapa yayasan dan perusahaan milik Cikeas operasinya dihentikan.”

Meski selalu dituding kontroversial dan terkesan mencari sensasi dalam setiap penelitiannya, Wilson, peneliti yang telah mengenal George pada tahun 1992 dirumah Arif Budiman di Australia menjelaskan “Boleh orang berpendapat macam-macam tentang metodologi penelitian George Aditjondro. Namun ada tiga pola yang bisa menunjukkan posisi intelektual George."

Pertama, George punya pendirian bahwa sebuah penelitian haruslah mengabdi pada kemanusiaan. Penelitian tidak mengabdi pada pemberi dana atau pihak yang memfasilitasi penelitian itu. Sebuah penelitian harus memiliki tendensi kemanusiaan, dia harus memberi arti pada kemanusiaan.

Kedua, George selalu berpola pada satu pakem dimana dirinya adalah orang pertama yang berani menyatakan bahwa selalu ada tiga unsur dalam sebuah konflik atau korupsi yakni: Tentara, Penguasa dan Pengusaha. Ini secara konsisten selalu muncul dalam tulisan-tulisan dan ekspos hasil penelitiannya.

Ketiga, George adalah orang yang disaat dia meneliti akan terlibat jauh dan menunjukkan keberpihakannya pada korban, kelas sosial tertentu, keadilan dan gender. Ini tiga hal yang konsisten selalu muncul dalam seluruh riset dan penelitian George.

Kembali ke soal kontroversi bukunya Membongkar Gurita Cikeas, Andi Saiful Haq dari INTRANS menjelaskan “George ini otentik, Dia seperti diciptakan dengan indera penciuman yang tajam untuk mengikuti jejak persekutuan modal dan mesiu. Itu menjelaskan mengapa George kadang datang dan pergi ditempat yang tidak diduga-duga karena George yakin, modal memang bisa beredar dalam bentuk maya, namun pada akhirnya dia hanya menjadi kertas jika tidak dibelanjakan di bumi. Itu menjelaskan mengapa dia sangat percaya diri mengajak debat seorang SBY dalam kasus buku Membongkar Gurita CIkeas.”

Masih dalam konteks buku membongkar Gurita Cikeas, Woro menceritakan komunikasi terakhir Munir (almarhum) dengan George “Ada satu hal yang ingin saya jelaskan. Sebelum Munir berangkat menuju Amsterdam. Dia menemui George Aditjondro, dia menitipkan satu dokumen yang harus disampaikan Bung George ke beberapa orang, Munir mengatakan bahwa dokumen ini sangat penting, akan menjadi salah satu bahan penting dalam penelitiannya kelak di Utrecht. Sepulang dari pertemuan itu, saya diminta George untuk memperbanyak dokumen itu sebanyak 10 rangkap. George memberikan satu copy untuk saya agar disimpan. Sampai hari ini saya tidak tahu kemana sebagian dokumen yang lain dan kepada siapa salinan itu diberikan. Isi dokumen itu menunjukkan data korupsi. Saya berharap ini segera diungkap tidak lama lagi,” demikian Woro mengakhiri.

Saiful menutup diskusi dengan pernyataan “Kisah yang diceritakan Woro tentu tersebar di berbagai wilayah yang didatangi George. Dia banyak bercerita kepada kawan-kawannya. Dalam peristiwa 411 dan 212 kemaren kita merindukan sosok George Aditjondro. Jika George sehat saat itu maka saya yakin dia telah menunjuk hidung siapa yang terlibat sebagai dalang upaya makar tersebut. Diskusi ini tentu menjadi kenangan sekaligus sumbangan narasi penting, yang akan terus kita gulirkan untuk merangkai data-data yang telah ditebar George dan saya yakin dia ingin sahabatnya menjadikannya sebuah hasil penelitian yang baru, agar 7 dekade yang telah dia sumbangkan bagi Indonesia, punya arti yang lebih untuk kaum marjina yang dicintainya,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas