Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tahun 2016 Perebutan Ketua DPR

Dinamika politik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali meningkat di pengujung tahun 2016.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tahun 2016 Perebutan Ketua DPR
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua DPR Setya Novanto (kanan) disumpah saat pelantikan dirinya menjadi Ketua DPR kembali pada Rapat Paripurna ke-14 di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2016). Rapat Paripurna memutuskan Setya Novanto kembali menjadi Ketua DPR menggantikan Ade Komaruddin untuk masa periode 2014-2019. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Wasita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dinamika politik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali meningkat di pengujung tahun 2016.

Pangkal persoalan dimulai dari rapat pleno DPP Golkar pada 21 November 2016.

Rapat yang dipimpin Ketua Harian Golkar Nurdin Halid itu memutuskan secara aklamasi Setya Novanto kembali menjabat sebagai Ketua DPR menggantikan Ade Komarudin. Akom, sapaan akrab Ade Komarudin, baru menjabat sebagai Ketua DPR selama 11 bulan.

Sedangkan Setya Novanto sempat mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR karena tersandung kasus ‘Papa Minta Saham’.

Naiknya Novanto kembali menjadi Ketua DPR diawali putusan Mahakamah Konstitusi (MK). Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Ketua Umum Golkar Setya Novanto terkait penyadapan atau perekaman dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada 7 September 2016.

Mahkamah Konstitusi menegaskan dalam pemberlakuan penyadapan, harus sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu atas permintaan penegak hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE. Putusan itu langsung disambut Fraksi Golkar.

Berita Rekomendasi

Fraksi Partai Golkar di DPR menyurati pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengajukan permohonan rehabilitasi nama baik Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto.

Sejumlah anggota F-Golkar telah menandatangani formulir dukungan pemberian surat permohonan tersebut.

Beberapa di antaranya Meutya Viada Hafid, Rambe Kamarulzaman, John Kennedy Aziz, Tantowi Yahya, Aziz Syamsuddin, Adies Kadir, dan anggota lain.

Surat tersebut kemudian ditindaklanjuti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Pada tanggal 27 September 2016, MKD memutuskan merehabilitasi nama baik Setya Novanto.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR mengabulkan permintaan pemulihan nama baik Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto.

Surat MKD DPR terkait hal tersebut diteken oleh Ketua MKD DPR Sufmi Dasco Ahmad dan ditujukan kepada pimpinan DPR.

Permintaan pemulihan nama baik sebelumnya diajukan oleh Fraksi Partai Golkar untuk Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi terkait kasus "Papa Minta Saham".

Karena tersangkut kasus tersebut, Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR dan dia dirotasi menjadi Ketua Fraksi.

Nama Novanto kembali menjadi perbincangan hangat pasca terpilih sebagai Ketua Umum Golkar pada Munaslub yang berlangsung di Bali.

Puncaknya, Partai Golkar mengusulkan Setya Novanto kembali menjabat sebagai Ketua DPR. Hal itu diputuskan dalam rapat pleno DPP Golkar, Senin (21/11/2016).

"Mengembalikan yang kebetulan sekarang dia ketum partai. Ini kan soal wibawa partai saja," kata Korbid DPP Golkar Yorrys Raweyai ketika dihubungi, Senin (21/11/2016).

Yorrys mengatakan pergantian Setya Novanto kepada Ade Komarudin terkait kasus 'Papa Minta Saham'. Yorrys mengatakan adanya dua proses yang berlangsung terkait kasus itu yakni politik melalui MKD DPR.

Kemudian, proses hukum pada bulan Oktober dimana terdapat keputusan MK yang membuat Novanto tak bersalah. Pada tanggal 8 November, Yorrys menuturkan adanya rapat internal untuk mewacanakan Novanto kembali menjadi Ketua DPR.

Keesokan harinya, Fraksi Golkar menggelar rapat internal di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/11/2016).

Ketua Harian Golkar Nurdin Halid mengatakan rapat fraksi berkaitan dengan agenda internal antara Mahkamah Partai Golkar dengan Korbid Kepartaian Golkar.

Rapat di Lantai 12 Gedung Nusantara I DPR itu dipimpin Ketua Harian Nurdin Halid serta Sekjen Golkar Idrus Marham.
"Kita buat di sini untuk efisiensi saja. Kalau soal surat sampai saat ini belum. Enggak tahu sampai sore, kalau saya sampai bicara sekarang ini belum," kata Nurdin Halid.

Nurdin mengatakan surat DPP Golkar mengenai pergantian Ketua DPR dari Setya Novanto kepada Ade Komarudin akan segera dilanyangkan kepada Fraksi Golkar untuk diteruskan kepada Pimpinan DPR.

DPP Golkar membantah pergantian Ketua DPR tersebut karena adanya intervensi terhadap partai berlambang Pohon Beringin itu.

Keputusan DPP Golkar tersebut menimbulkan reaksi dari fraksi-fraksi di DPR. Namun, frkasi-fraksi tersebut menerima keputusan tersebut dan menganggap hal itu merupakan urusan internal Golkar.

Meskipun, sejumlah politikus sempat menentang pergantian Ketua DPR. Di antaranya, Politikus NasDem Taufiqulhadi dan Politikus Hanura Dadang Rusdiana.

"Pasti (ada penolakan). Masyarakat masih mengingat hal tersebut (kasus 'Papa Minta Saham') karena itu kita enggak perlu lah membangkitkan kembali seauatu yang masyarakat sudah bisa terima," kata Taufiqulhadi ketika dikonfirmasi, Selasa (22/11/2016).

Anggota Komisi III DPR itu menilai kepemimpinan Ketua DPR Ade Komarudin sudah berjalan baik. Sehingga, kata Taufiqulhadi, jabatan Ade Komarudin tak perlu diperdebatkan kembali.

Politikus Hanura Dadang Rusdiana menilai pergantian Ketua DPR akan berdampak munculnya polemik baru yang mengganggu kondusivitas parlemen.

Hal itu terkait putusan rapat pleno DPP Golkar yang mengusulkan Setya Novanto kembali menjabat Ketua DPR.

"Lain persoalan kalau pimpinan DPR terlibat makar, maka saya sepakat kalau ada penggantian. Tapi kan Akom (Ade Komarudin) tidak melalukan kesalahan apapun, jadi nampaknya beliau masih menjadi sosok yang tepat untuk pimpin DPR," kata Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana ketika dikonfirmasi, Selasa (22/11/2016).

Politikus Golkar Ade Komarudin pun bereaksi mengenai surat tersebut. Akom, sapaan Ade Komarudin, mengaku belum mendapatkan surat pergantian dirinya dari DPP Golkar.

Meski tidak dipungkiri dirinya sudah diberitahu secara lisan oleh pengurus DPP Golkar.

"Sampai hari ini saya belum menerima surat resminya," kata dia.

"Nanti saya lihat nanti resminya kayak gimana, saya pelajari, kan gitu," kata Ade di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/11/2016).

Pria yang akrab disapa Akom itu menuturkan, terkait dengan hasil rapat pleno mengenai pencopotan dirinya dari kursi DPR-1, ia akan mengonsultasikan kepada para senior partai.

Ia juga akan melakukan konsultasi kepada pihak keluarga.

"Nanti saya pelajari dengan baik, tentu saya akan konsultasikan kepada para senior saya, kepada keluarga saya salat istigharah seperti itu," ujar Akom.

Akhirnya, Pimpinan DPR menerima surat DPP dan Fraksi Golkar berisi pergantian Ketua DPR Ade Komarudin atau Akom kepada Setya Novanto. Surat tersebut diterima pimpinan pada Rabu (23/11/2016).

"Kemarin sore saya lihat sudah ada. Ada dua surat yang diterima pertama dari Fraksi Golkar yang ditanda tangani Plt Ketua Fraksi Kahar Muzakir dan sekretaris fraksi, surat DPP di tandatangi oleh Ketua Harian Nurdin Halid dan Sekjen Golkar," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (24/11/2016).

Gonjang-ganjing pergantian Ketua DPR terus berlanjut. Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono mendukung Novanto kembali menjabat sebagai Ketua DPR.

Dewan Pembina Golkar yang dipimpin Aburizal Bakrie juga menggelar rapat di Bakrie Tower. Awalnya, Aburizal Bakrie dan Akbar Tandjung menolak pergantian tersebut.

Namun, Dewan Pembina Golkar akhirnya berubah sikap saat rapat 28 November 2016. Hasil pertemuan antara pengurus DPP Golkar dengan Dewan Pembina Golkar di Bakrie Tower menghasilkan keputusan bahwa posisi Ade Komarudin sebagai Ketua DPR akan digantikan oleh Setya Novanto.

Hal itu dijelaskan oleh Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie, yang menyebutkan pergantian akan tetap dilakukan.

"Jadi kami sepakat bahwa posisi Pak Ade Komarudin akan digantikan dengan Pak Setya Novanto," jelas Ical-sapaan akrab Aburizal-di Bakrie Tower, Jakarta, Senin (28/11/2016).

DPP Golkar menyebut Akom akan memangku jabatan penting dalam struktur pemerintahan setelah jabatannya digantikan Setya Novanto.

Hal itu diungkapkan Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai.

"Apakah menteri, duta besar, apakah BPK, apakah OJK, jabatan-jabatan kenegaraan yang sesuai dengan kompetensi dia," ujar Yorrys di Bakrie Tower, Jakarta Selatan, Senin (28/11/2016).

Namun, Ade juga ada kemungkinan menjabat suatu jabatan di struktur Partai Golkar.

"Bisa bicara kan kalau (jabatan) di internal (Golkar). Kalau dia masih mau tetap, tidak masalah," ujar Yorrys.

Pada hari yang sama di parlemen. Pimpinan DPR menggelar rapat. Ade Komarudin saat itu dikabarkan sedang menjalani perawatan di RSPAD.

Akom yang mengaku sempat dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, langsung mendatangi Gedung DPR, Senin (28/11/2016), pukul 17.30 WIB.

Akom mengikuti Rapat Pimpinan bersama tiga Wakil Ketua DPR lainnya yakni Fahri Hamzah, Fadli Zon, dan Taufik Kurniawan.

Pukul 21.00 WIB, Akom bersama Fadli, Fahri, dan Taufik turun ke lantai 1 di Gedung Nusantara III untuk memberikan pernyataan pers. Dalam pernyataan persnya tersebut, Akom pun menyatakan saat ini ia berbicara untuk memenuhi janjinya kepada awak media di saat menyambut Perdana Menteri Belanda Mark Rutte 23 November 2016.

"Saya sendiri sudah siap untuk menerima apapun yang terjadi pada diri saya, saya akan tetap memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa, ini saya mau balik ke rumah sakit," tutur Akom.

Akom mengatakan, sejak awal siap menghadapi segala risiko dalam kancah perpolitikan yang dijalaninya.

"Jabatan adalah amanah, kapan pun Allah akan memberikan ataupun mengambil amanah ini, saya siap dan ikhlas," kata Akom.

"Bahasa Jawa-nya, 'aku rapopo', bahasa Sunda-nya 'teu sawios', terlebih demi keutuhan NKRI," ujarnya.

Di sisi lain, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memproses laporan terkait Ade Komarudin. Akom dilaporkan 36 anggota Komisi VI terkait mitra kerja dengan BUMN.

Laporan kedua untuk Ade adalah terkait anggota Baleg mengenai RUU Pertembakauan. Kemudian terkait tanda tangan palsu.

Pada 29 November 2016, Rapat Badan Musyawarah (Bamus) mengenai pergantian Ketua DPR. Rapat tersebut tanpa dihadiri Ade Komarudin.

Akom sempat meminta Rapat Bamus diundur karena dirinya harus menjalani perawatan di Singapura.

Tetapi permintaan Akom saat bertemu Sekjen Golkar Idrus Marham yang didampingi Bendahara Umum Golkar Robert J Kardinal dan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Fraksi Golkar Kahar Muzakir tidak disetujui. Rapat Bamus tetap berlangsung pada hari itu juga.

Badan Musyawarah (Bamus) DPR akhirnya memutuskan Rapat Paripurna pergantian Ketua DPR digelar Rabu (30/11/2016) pukul 15.00 WIB.

Kesepakatan itu diambil setelah Bamus menggelar rapat mulai pukul 20.30-23.15 WIB di Ruang Pimpinan DPR, Selasa (29/11/2016).

Pimpinan Rapat Fadli Zon mengatakan rapat paripurna mengagendakan pembahasan surat presiden mengenai calon duta besar, surat DPD dan surat pergantian Ketua DPR oleh DPP Golkar.

"Tadi rapat dihadiri seluruh pimpinan fraksi. Seluruh fraksi hadir untuk rapat paripurna besok, Rabu pukul 15.00 WIB," kata Fadli Zon.

Pada Rabu 30 November 2016, digelar Rapat Paripurna pelantikan Setya Novanto sebagai Ketua DPR.

Namun sebelum rapat paripurna digelar, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memutuskan Ade Komarudin diberhentikan dari jabatan Ketua DPR RI.

Ade diberhentikan dari jabatan Ketua DPR karena mendapatkan sanksi sedang dari MKD terkait perilaku etik seorang anggota dewan.

Putusan MKD dibacakan langsung oleh Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad di ruang sidang lembaga etik anggota dewan.

Dalam pembacaan putusan terhadap Ade Komarudin, Dasco didampingi oleh wakil ketua MKD Sarifudin Sudding, Maman Imanulhaq. Akom saat itu masih berada di Singapura.

Pelantikan Setya Novanto sebagai Ketua DPR pn tanpa dihadiri Ade Komarudin.

Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui Setya Novanto kembali menjabat Ketua DPR.

Pelantikan dilakukan setelah Wakil Ketua DPR yang menjadi pimpinan rapat Fadli Zon bertanya kepada peserta rapat.

"Apakah pergantian Ketua DPR asal Golkar dari Ade Komarudin kepada Setya Novanto dapat disetujui?" tanya Fadli.

"Setuju," kata peserta rapat. Fadli lalu mengetok palu tanda pengesahan keputusan.

Pelaksana Harian (Plh) Ketua Mahkamah Agung Suhardi kemudian melantik Novanto.

Saat pelantikan, Novanto sempat terselip lidah sehingga pembacaan sumpah diulang.

Pada hari itu juga, Novanto langsung bekerja di ruang Ketua DPR di Lantai 3 Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen.

Barang-barang milik Ade Komarudin pun telah dibawa keluar dari Ruang Pimpinan DPR, Selasa (29/11/2016).

Barang tersebut dibawa sebelum rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR yang digelar pukul 20.30 WIB.

Diketahui, Akom tiba di Indonesia pada Minggu 4 Desember 2016, setelah menjalani perawatan di Singapura.

Akom menggelar jumpa pers di Bandara Soekarno-Hatta. Akom tidak ingin berkomentar banyak terkait posisi kenegaraan.

Rencana itu sempat dilontarkan DPP Golkar saat pergantian Ketua DPR dari Ade Komarudin kepada Setya Novanto.

"Saya tidak mau berandai-andai dan sekali lagi wacana itu di luar sepengetahuan saya," kata Akom, sapaan akrab Ade Komarudin, di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Minggu (4/12/2016).

Akom mengaku tidak mengetahui dan mengikuti rapat DPP Golkar mengenai pembahasan jabatan dirinya. Ia menegaskan tidak mengejar jabatan.

"Saya anggap ini soal kekuasaan, jabatan, dan saya tegaskan jangan sekali-kali dikejar," kata Akom.

Tetapi, ia mengaku menyiapkan sejumlah langkah menyikapi keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

Akom diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPR karena melakukan pelanggaran sedang.

"Nanti saya mempertimbangkan untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya soal MKD ini karena ini menyangkut nama baik, bukan soal jabatan," kata Akom di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Minggu (4/12/2016).

Akom belum membeberkan langkah yang disiapkannya. Namun, ia mengingatkan telah menjadi anggota DPR sejak tahun 1997 dan berusaha menjaga nama baiknya.

"Itu tidak mudah," kata Akom.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas