KPK Periksa Bekas Sekretaris MA Nurhadi Terkait Kasus Eddy Sindoro
Nurhadi akan dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka bekas petinggi Grup Lippo Eddy Sindoro.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman terkait memberi hadiah atau janji pada pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Nurhadi akan dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka bekas petinggi Grup Lippo Eddy Sindoro.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESI (Eddy Sindoro)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Kamis (30/12/2016).
Sebelumnya, Eddy Sindoro menugaskan bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti agar mengupayakan pengajuan Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media Tbk di Mahkamah Agung.
PT AAL dan PT Artha Pratama Anugrah merupakan anak usaha Lippo Group. Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 31 Juli 2013, PT Across Asia Limited dinyatakan pailit.
Putusan tersebut telah diberitahukan oleh PN Jakpus pada 7 Agustus 2015. Hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT AAL tidak juga mengajukan upaya hukum PK ke MA.
Menindaklanjuti perintah tersebut, Hesti kemudian menemui Edy Nasution di PN Jakpus, pada Februari 2016.
Karena dijanjikan akan diberikan sejumlah uang, Edy akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktunya. Pada 30 Maret 2016, berkas PK perkara PT AAL akhirnya diserahkan ke Mahkamah Agung.
Eddy Sindoro kemudian menyetujui pemberian uang tersebut, dan meminta Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho (anak usaha Lippo Group), untuk menyiapkan uang.
Selanjutnya, disepakati imbalan bagi Edy Nasution sebesar Rp 50 juta. Penyerahan dilakukan oleh Doddy di Basement Hotel Acacia, Jakarta, pada 20 April 2016.