KPK Berharap Tak Perlu Jemput Paksa Eks Sekretaris MA Nurhadi
Bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Nurhadi dijadwalkan diperiksa kemarin sebagai saksi untuk Eddy Sindoro kasus memberi hadiah atau janji pada pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Kami tidak mendapat konfirmasi terkait ketidakhadiran Nurhadi. Akan dipanggil kembali dan kami harap tidak perlu ada upaya paksa," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Jumat (30/12/2016).
Selain memeriksa Nurhadi, KPK juga memanggil Sahiri alias Sahir alias Zahir. Zahir adalah pembantu rumah tangga Nurhadi.
Menurut Febri, pemanggilan Zahir untuk mendapatkan informasi terkait penyidikan Eddy Sindoro.
"Sama (diperiksa) untuk tersangka ESI (Eddy Sindoro) untuk kepentingan penyidikan," ungkap Febri.
Zahir, usai diperiksa di KPK, tidak menjawab pertanyaan wartawan. Zahir langsung menuju mobil Toyota Corolla Altis disertai pengawal yang biasanya mengawal Nurhadi jika diperiksa di KPK.
Nurhadi sebelumna mengundurkan diri dari jabatan sebagai sekretaris Mahkamah Agung tidak lama setelah KPK melakukan penyelidikan terhadap dirinya mengenai perannya pada sejumlah pengaturan perkara di pengadilan.
Sebelumnya, Eddy Sindoro menugaskan bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti agar mengupayakan pengajuan Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media Tbk di Mahkamah Agung.
PT AAL dan PT Artha Pratama Anugrah merupakan anak usaha Lippo Group. Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 31 Juli 2013, PT Across Asia Limited dinyatakan pailit.
Putusan tersebut telah diberitahukan oleh PN Jakpus pada 7 Agustus 2015. Hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT AAL tidak juga mengajukan upaya hukum PK ke MA.
Menindaklanjuti perintah tersebut, Hesti kemudian menemui Edy Nasution di PN Jakpus, pada Februari 2016.
Karena dijanjikan akan diberikan sejumlah uang, Edy akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktunya.
Pada 30 Maret 2016, berkas PK perkara PT AAL akhirnya diserahkan ke Mahkamah Agung.
Eddy Sindoro kemudian menyetujui pemberian uang tersebut, dan meminta Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho (anak usaha Lippo Group), untuk menyiapkan uang.
Selanjutnya, disepakati imbalan bagi Edy Nasution sebesar Rp 50 juta. Penyerahan dilakukan oleh Doddy di Basement Hotel Acacia, Jakarta, pada 20 April 2016.