BNN Ungkap Dampak Mengonsumsi Tembakau Gorila
Slamet Pribadi menjelaskan efek dari tembakau gorila adalah halusinogen. jika dikonsumsi, mimpi pengguna bisa terlihat seperti nyata.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pilot Citilink Indonesia Tekad Purna Agniamamartanto diduga mengonsumsi narkotik sintetis, tembakau Gorila, sebelum take off menggunakan pesawat QG-800 dari Surabaya ke Jakarta pada Rabu (28/12/2016).
Kabag Humas BNN Slamet Pribadi menjelaskan efek dari tembakau gorila adalah halusinogen. Pada realisasinya, jika dikonsumsi, mimpi pengguna bisa terlihat seperti nyata.
Baca: Usai Diperiksa BNN, Mantan Pilot Citilink Mengumpat
"Misalnya di ketinggian merasa jadi Superman, ya jadi terbang benar. Habis itu selesai. Injak gas nih, ya diinjak nggak mau lihat depan padat atau nggak," jelas Slamet di kantor BNN, Jakarta, Rabu (4/1/2017).
Slamet juga mengatakan orang yang mengonsumsi tembakau gorila akan menjadi lemas, karena rokok tersebut merupakan campuran dari tembakau dan ganja sintetis.
"Dampak seperti ganja, halusinogen. Orang terhalusinasi badan jadi limbung," kata Slamet.
Slamet memaparkan narkoba rokok gorila berasal dari hasil impor. Masyarakat bisa membeli lewat situs belanja online.
"Banyaknya pesan dari luar, home industry belum ditemukan, penjualan dari bisik-bisik dan online," papar Slamet.
Slamet mengakui Rokok Gorila belum masuk ke dalam UU Narkotika. Namun dari sisi kimia, Slamet mengatakan rokok tersebut sudah masuk di dalam kriteria narkotika.
Saat ini pihak BNN sedang merumuskan jenis Rokok Gorila masuk ke dalam UU Narkotika. Masih ada beberapa lampiran lagi yang harus diselesaikan agar rokok tersebut ilegal dan bisa dijerat secara pasal.
"Sekarang sedang masa penyelesaian agar jenis-jenis NPS atau sintetis ini masuk ke dalam UU narkotik," papar Slamet.
Slamet menyebutkan, BNN saat ini tidak memiliki kewenangan untuk bisa melakukan pencegahan terhadap peredaran narkotik sintetis tersebut.
Hal ini karena jenis tembakau tersebut belum diatur ke dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Hingga saat ini, zat yang terkandung dalam tembakau gorila belum masuk ke dalam daftar lampiran UU Narkotik yang diperjelas dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Menurut Slamet, tembakau gorila sejauh ini sudah masuk dalam tahap finalisasi draft di Kementerian Kesehatan untuk masuk ke dalam narkotika golongan I.
"Makanya saat ini kami sedang mengupayakan untuk memasukkan 'tembakau gorila' ini ke dalam UU Narkotika," ujar Slamet.
Bahan baku pembuatan tembakau gorila berupa bubuk senyawa kimia yang dicampur dengan air kemudian disemprotkan ke daun tembakau. Bubuk tersebut mengandung zat kimia bernama AB-CHIMINACA. Zat tersebut merupakan salah satu jenis synthetic cannabinoid (SC).
SC akan memberikan efek halusinasi yang sama seperti pada ganja. Selain itu, penggunaan tembakau gorila juga akan menimbulkan efek samping seperti psikosis, agitasi, agresi, cemas, ide bunuh diri, gejala putus zat, bahkan sindrom ketergantungan.
BNN menemukan efek lain penggunaan zat tersebut, seperti stroke iskmeik, hipertensi, takikardi, perubahan segmen ST, nyeri dada, gagal ginjal akut, bahkan infark miokardium.
Tembakau gorila sebenarnya sudah dikenal publik sejak pertengahan 2015 lalu. Namun, penggunaannya masih sangat terbatas di kalangan tertentu.
Belakangan tembakau gorila menjadi populer setelah kasus kapten pilot Citilink, Tekad Purna, diduga dalam kondisi mabuk saat hendak menerbangkan pesawat Citilink QG800 rute penerbangan Surabaya-Jakarta, 28 Desember 2016.
Dalam sebuah rekaman suara yang beredar, sang pilot juga terdengar berbicara melantur. Sebagian netizen menduga Tekad menggunakan tembakau gorila.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.