Pesan Kedamaian Gus Dur tentang Humanisme
"Bagi Gus Dur, apapun resikonya keutuhan NKRI yang telah direbut oleh para pendahulu adalah harga mati," tutur Yenny.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Wahid Institute Yeni Wahid mengatakan, di tengah situasi kehidupan berbangsa yang terpecah belah karena faktor SARA, menguatnya sikap intoleransi dalam beragama, kebhinekaan yang mulai terusik.
"NKRI terancam karena radikalisasi paham keagamaan serta saling fitnah dan hujat karena perbedaan pandangan politik maka pikiran dan gagasan besar Gus Dur tentang humanisme perlu untuk terus dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat," kata Yeni di Jakarta, Minggu (8/1/2016).
Menurutnya, saat acara puncak Haul mantan Ketua Umum PBNU yang juga Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang di gelar pada Sabtu (7/1/2016) malam di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, dan dihadiri ribuan jamaah dari berbagai daerah membuktikan bahwa masyarakat mencintai dan merindukan sosok Gus Dur yang konsisten selalu berpihak pada kaum lemah dan pembelaanya pada minoritas.
"Bagi Gus Dur, apapun resikonya keutuhan NKRI yang telah direbut oleh para pendahulu adalah harga mati," tuturnya.
Yeni menambahkan, Gus Dur rela meninggalkan kursi Presiden pada 2001 meski pendukungnya rela mati bahkan untuk membelanya.
"Gus Dur selalu menjadi inspirasi bagi masyarakat dunia bahwa Islam mengajak persaudaraan dan perdamaian, bukan untuk memecah belah persatuan umat Gus Dur selalu mengajak pada Islam yang moderat, menghargai pluralisme dan selalu pembawa pesan kedamaian," ujarnya.
Selain itu, Yeni juga mengatakan saat ini mantan Ketum PBNU KH Hasyim Muzadi sedang menjalani perawatan di rumah sakit di kota Malang.
"Mari kita doakan beliau agar diberikan kesembuhan, dianugerahkan umur panjang yang barokah untuk selalu menjaga keutuhan NKRI. Mari kita sama-sama kita bacakan Alfatihah bersama-sama kesembuhan untuk beliau," tuturnya.