Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemkab di Sumut Ketakutan Didatangi 300 Wartawan

Salah satunya adalah keluhan dari Pemerintah Kabupaten Bima, soal loper koran yang mengaku sebagai wartawan.

Editor: Hendra Gunawan

Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Profesi wartawan adalah profesi yang kerap disalahgunakan. Ketua Dewan Pers, Yoseph Adi Prasetyo atau yang akrab dipanggil Stanley mengaku pihaknya sering menerima aduan dan keluhan terkait hal tersebut.

Salah satunya adalah keluhan dari Pemerintah Kabupaten Bima, soal loper koran yang mengaku sebagai wartawan.

"Di Bima ada loper koran punya kartu pers, dia datang ke SKPD, humas Protokoler, dia minta difasilitasi. Jadi pertanyaannya apa loper koran bisa jadi redaksi, ya tidak bisa, karena ilmu jurnalistik bukan ilmu tiban, mimpi satu malam terus jadi jurnalis," ujar Stanley dalam diskusi di komplek parlemen, Jakata Pusat, Selasa (10/1/2017).

Kasus lainnya terjadi di sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Utara. Kejadian itu berawal saat pemerintah daerah menggelar konfrensi pers dan mengundang 40 orang wartwan, ternyata yang hadir sekitar 300 orang. Pegawai pemerintah daerah pun ketakutan atas hal itu,

"Ada kordinator yang datang ke memberikan daftar absen, (tanya) kenapa yang diberikan amplok 40 orang saja, ada 260 orang yang belum menerima," ujarnya.

"Ini motifnya jelas, bukan cari berita, motifnya cari uang transport. Ini harus kita perangu bersama, kita tunjukan punya kompetensi," katanya.

Berita Rekomendasi

Salah satu solusi untuk mengeliminasi wartawan seperti itu, adalah dengan menetapkan kebijakan sertifikasi, di mana wartawan harus diuji kemampuannya, pengalamannya dan integritasnya. Sehingga kedepannya masyarakat bisa mempertanyakan sertifikat sang wartawan, dan menentukan apa yang akan dilakukan terhadap wartawan tersebut.

"jadi kedepannya kalau ada narasumber mau diwawancarai wartawan, tanya dulu kompetensinya," ujar Stanley.

Selain itu media juga perlu terverifikasi. Kata dia dewan pers sudah melakukan verifikasi terhadap media, dan informasi tersebut bisa diakses oleh publik. Sejumlah hal yang diverifikasi dari media adalah syarat-syarat sebuah media, mulai dari badan hukum, kesejahteraan karyawan hingga nama-nama di balik media serta alamatnya.

"Jangan tulis alamatnya ruko, di pinggiran Jabodetabek. Waktu kita samperin, ternyata udah pindah lama (kantornya), ini anda serius mau bikin media apa tidak," terangnya.

Tanpa alamat yang jelas, maka dewan pers sulit melakukan kordinasi bila ada laporan dari masyarakat terkait pemberitaan media. Tentunya dewan pers juga tidak bisa menolong bila proses keberatan itu berlanjut ke kepolisian.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas