Bacakan Nota Keberatan, Pengacara Mantan Dirut PT Geo Dipa Sebut Dakwaan Jaksa Salah Sasaran
Sidang digelar dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa Samsudin dan penasihat hukumnya.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur BUMN PT Geo Dipa Energi (Persero) Samsudin Warsa kembali menjalani sidang lanjutan kasus sengketa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Dieng-Patuha antara PT Geo Dipa dan PT Bumigas Energi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/1/2017).
Sidang digelar dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa Samsudin dan penasihat hukumnya.
Heru Mardijarto selaku kuasa hukum Samsudin yang membacakan eksepsi itu menyebut dakwaan jaksa penuntut umum kepada kliennya tidak tepat sasaran.
Pasalnya, dalam surat dakwaan tegas dikatakan jika perkara yang menjerat Samsudin merupakan tindakan korporasi bukan perorangan.
"Dalam hal ini, klien kami hanya melaksanakan tindakan-tindakan korporasi sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai seorang Presiden Direktur pada suatu badan hukum sesuai dengan kebijakan internal Geo Dipa. Oleh karena itu, apabila benar telah terjadi tindak pidana penipuan 'quod non' klien kami, secara hukum, tidak dapat dimintakan pertanggungjawabnya selaku pribadi," kata Heru dalam persidangan.
Menurutnya, surat dakwaan terkait tindak pidana penipuan yang dituduhkan kepada kliennya pun sudah kadaluarsa. Mengingat, kasus ini disidik setelah 12 tahun dugaan tindak pidana tersebut bergulir yakni sekitar tanggal 22 Oktober 2002 sampai dengan 5 Maret 2003.
Di mana saat itu, Bumigas diundang oleh Geo Dipa untuk mengikuti tender proyek PLTP Dieng-Patuha sampai keluarnya pengumuman Bumigas sebagai pemenang tender. Maka, penuntutan atas dugaan tindak pidana penipuan ini seharusnya dilakukan paling lambat pada tahun 2015 bukan pada tahun 2016 sebagaiman tercantum dalam Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa No. B-1374/APB/SEL/EPP.2/10/2016 tertanggal 25 Oktober 2016.
"Namun demikian, Penuntut Umum baru melimpahkan pemeriksan perkara ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 25 Oktober 2016," katanya.
Heru juga menganggap dakwaan dari penuntut umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Sehingga, penuntutan batal demi hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.
Heru memaparkan beberapa poin dakwaan yang dianggapnya tidak cermat, di antaranya perihal uraian waktu terjadinya tindak pidana, penggunaan istilah izin konsesi yang tidak pernah dikenal dam konteks hukum panas bumi di Indonesia serta kesalahan penulisan pada bagian tempat lahir Samsudin.
"Dengan demikian, Penuntut Umum seharusnya memperbaiki kesalahan penulisan pada bagian tempat lahir klien kami dan menyampaikannya kepada Klien kami paling lambat pada tanggal 21 Desember 2016," kata Heru.