Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Hendardi: Rizieq Diperiksa Adalah Proses Hukum Biasa

Pemeriksaan atas Rizieq Shihab yang menjadi pemicu kericuhan itu adalah proses hukum biasa yang semestinya

Penulis: Hendra Gunawan
zoom-in Hendardi: Rizieq Diperiksa Adalah Proses Hukum Biasa
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah massa dari Front Pembela Islam (FPI) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kontroversi kericuhan antara Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) dan Front Pembela Islam (FPI) di Bandung (12/1/2017) berbuntut kritik dan desakan pencopotan terhadap Kapolda Jabar Irjen Pol. Anton Charliyan yang juga menjadi pembina organisasi GMBI tersebut.

Hendardi, Ketua Setara Institute mengatakan, pemeriksaan atas Rizieq Shihab yang menjadi pemicu kericuhan itu adalah proses hukum biasa yang semestinya tidak perlu melibatkan massa.

Baik massa pendukung Terperiksa ataupun massa pendukung Pelapor, karena itu biarkan proses hukum berlangsung sebagaimana mestinya. Sementara kericuhan adalah fakta yang muncul di tengah kerumunan massa yang saling berhadapan, dan siapapun pelaku kekerasan itu harus diproses secara hukum.

Beberapa orang yang diduga anggota GMBI harus diperiksa secara profesional. Demikian juga massa FPI baik yang melakukan kekerasan di Bandung maupun yang diduga melakukan pembakaran Sekretariat GMBI di Bogor (13/1) juga harus diproses secara hukum. Dengan jalan ini, supremasi hukum akan menjadi wasit yang adil bagi semua pihak.

"Supremasi hukum tidak boleh ditundukkan dengan supremasi kerumunan dan supremasi intoleransi yang saat ini menguasai ruang publik. Supremasi intoleransi yang dipertontonkan FPI dan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota GMBI sama-sama tidak diperkenankan dalam negara hukum," kata Hendardi dalam keterangan persnya

Dengan cara pandang yang demikian, tidak relevan pula FPI kembali ramai-ramai berdemonstrasi mendesak pencopotan Anton Charliyan dari jabatannya sebagai Kapolda Jabar juga Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. M. Iriawan dan belakangan juga Kapolda Kalbar Irjen Pol. Musyafak.

Bahwa ada aspirasi ketidakpuasan dan diekspresikan dalam bentuk demonstrasi dengan tuntutan pencopotan, itu sesuatu yang biasa dan dijamin oleh Konstitusi. Tetapi ancaman dan ultimatum yang disebarluaskan oleh kelompok FPI di ruang publik yang mengiringi desakan pencopotan Anton Charliyan, merupakan teror atas ketertiban sosial yang destruktif.

Berita Rekomendasi

Kapolri diharapkan bertindak proporsional dan profesional atas desakan FPI ini. Jika aspirasi ini dituruti, maka tesis bahwa supremasi intoleransi telah menguasai ruang publik dan mempengaruhi pergantian jabatan publik akan semakin terbukti. Tindakan itu akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola organisasi negara, seperti institusi Polri.

Dijelaskannya, terhadap Anton Charliyan yang menjadi pembina organisasi GMBI, perlu ditegaskan bahwa bagi seorang pejabat, menjadi pembina organisasi adalah sesuatu yang wajar dan lumrah. Ada banyak pejabat menjadi pembina dan pengurus organisasi kemasyarakatan, baik itu organisasi kesehatan, hobby, olahraga, maupun ormas.

"Jadi tidak ada hubungan antara kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang, kemudian dia tidak boleh menjadi pembina organisasi. Apa yang disampaikan oleh Benny K. Harman (16/1) terkait posisi Anton Charliyan misalnya, bahwa aktif berorganisasi merupakan pelanggaran UU, adalah berlebihan. Sepanjang tidak ada konflik kepentingan yang menguntungkan, maka aktif berorganisasi adalah sesuatu yang wajar," ujar Hendardi

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas