Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Harus Responsif Menjawab Isu Jika Tak Ingin Hoax Merajalela

Dari sekian banyak sasaran berita palsu, Pemerintah kerap menjadi target hoax terutama berbagai kebijakannya yang dianggap tidak sensitif.

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pemerintah Harus Responsif Menjawab Isu Jika Tak Ingin Hoax Merajalela
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga membubuhkan tanda tangan dan cap tangan saat Deklarasi Komunitas Masyarakat Anti Hoax saat Car Free Day di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (8/1/2017). Deklarasi tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap informasi bohong alias hoax yang kini makin merajalela beredar di media sosial. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjamurnya berita palsu alias hoax yang disebar di dunia maya terutama situs dan media sosial serta lewat aplikasi pesan percakapan, menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini.

Dari sekian banyak sasaran berita palsu, Pemerintah kerap menjadi target hoax terutama berbagai kebijakannya yang dianggap tidak sensitif.

Menurut Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, hoax semakin mudah diramu saat instansi pemerintah tidak satu suara atau memberikan informasi yang berbeda-beda terhadap sebuah kebijakan atau dalam menjawab sebuah isu.

Publik semakin menganggap hoax sebuah kebenaran jika pemerintah lamban dan tidak responsif mengklarifikasi berbagai isu-isu dengan data dan fakta yang komprehensif, misalnya saja soal maraknya TKA Illegal.

"Makanya jika ingin hoax tidak merajalela menghantam Pemerintah, kabinet harus responsif menjawab isu. Pemerintah punya semua sumber daya, masa kalah dengan komplotan pembuat hoax," ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam keterangannya di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2017).

Fahira mengungkapkan, berita hoax yang menyasar pemerintah sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan sebelumnya, tetapi memang tidak semarak sekarang.

Saat ini, pembuat dan penyebar info hoax menemukan momentumnya karena pemerintah secara tidak sadar ‘rajin memberi umpan’.

BERITA REKOMENDASI

Situasi terutama di awal pemerintahan di mana kabinet sering gaduh, menteri saling hardik di media massa, ditambah seringnya kebijakan kontroversi diambil seperti proyek kereta cepat atau pengangkatan menteri yang kewarganegaraannya bermasalah, menjadi ladang isu bagi para pembuat berita hoax.

Selain itu, seringnya terjadi saling lempar tanggung jawab terhadap sebuah kebijakan atau peristiwa misalnya penyebaran vaksin palsu, kemacetan mudik lebaran di pintu Tol Brebes Timur (Brexit), isu serbuan TKA Illegal, dan kebijakan kenaikan pengurusan administrasi kendaraan bermotor, ditambah lemahnya menajemen isu dan komunikasi krisis pemerintah, juga menjadi pangkal mudahnya sebuah kebijakan dan peristiwa dijadikan materi berita hoax.

"Kalau pemerintah ‘tidak rajin beri umpan’, maka penyebaran berita hoax bisa efektif dicegah. Jadi pencegahannya bukan sekadar mengancam menindak tegas atau menjerat pidana penyebar hoax. Hoax akan tetap ada selama ada kesenjangan yang menganga antara kebijakan atau tindakan pemerintah dengan ekspektasi publik," kata Fahira.

Dan publik menurut Fahira akan mempercayai informasi yang tidak benar jika pemerintah lamban menjawabnya dengan fakta.

"Selain itu pemerintah juga harus jelas membedakan mana kritik mana hoax," ujar Senator Jakarta ini.


Maraknya hoax selama dua tahun ini, bagi Fahira, juga menandakan banyak pekerjaan rumah bidang komunikasi publik yang harus dibenahi oleh Pemerintahan.

Ketiadaan orkestrasi dalam menanggapi sebuah isu dan peristiwa akan menjadi batu sandungan dalam memberikan informasi yang baik dan menenangkan publik.

"Saya masih belum jelas platform komunikasi publik pemerintah ini seperti apa, karena saya lihat masih belum ada orkestrasi. Ingat, sebuah pemerintahan yang pejabat publiknya gagal mengelola informasi publik, tidak mampu menginformasi hal yang baik kepada publik dengan cara yang baik juga, akan terus dibayangi persepsi publik yang negatif," kata Fahira.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas