Antasari Azhar Sebut Pengadaan Mesin Jet Garuda yang Jerat Emirsyah Sebagai Kasus Lama
Antasari Azhar angkat bicara soal dugaan suap yang menjerat mantan Direktur Umum PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar angkat bicara soal dugaan suap yang menjerat mantan Direktur Umum PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.
Dirinya mendorong lembaga antirasuah itu untuk membongkar seluruhnya kasus tersebut.
"Buka aja semua, udah lama kok itu. Di era Ruki (Taufiequrachman Ruki) sudah pernah masuk, justru waktu itu pengadaan pesawat dan IT," kata Antasari kepada wartawan usai menghadiri HUT ke-70 Megawati Soekarnoputri di TIM, Jakarta Pusat, Senin (23/1/2017).
Baca: KPK: Kasus Mesin Jet Garuda Tidak Hanya Melibatkan Emirsyah dan Soetikno
Lebih lanjut terpidana kasus pembunuhan bos PT Putra Rajawali Bantaran, Nasrudin Zulkarnain ini mengatakan, pada masa dirinya memimpin KPK tidak ada tekanan menelusuri kasus perusahaan plat merah tersebut.
"Waktu era saya belum. Coba saya tidak tertangkap," kata Antasari.
Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, pihaknya akan menggali kembali laporan-laporan dari masyarakat terkait dugaan korupsi di perusahaan plat merah saat dipimpin Emirsyah.
"Kemungkinan akan liat lagi laporan masyarakat yang pernah masuk ke KPK, meskipun ketika rapat di DPR mantan pimpinan KPK itu mengatakan belum cukup bukti, kita akan lihat lagi," ujar Febri di Kantornya, jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (23/1).
Meski bakal menelusuri dugaan korupsi di tubuh perusahaan plat merah, namun saat ini pihaknya masih berfokus pada penyidikan kasus digaan suap pembelian mesin pesawat Garuda yang telah menyeret Emirsyah dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd yang juga pendiri Muji Rekso Abadi (MRA) Group Soetikno Soedarjo sebagai tersangka.
Menurut Febri, pihaknya sedang mendalami pihak lain yang ikut terlibat dalam kasus tersebut.
"Karena kasusnya suap tentu fokus aliran dana pihak terkait, apakah penerima, perantara atau pemberi dalam kasus ini dan peran masing-masing termasuk hubungan dan jabatan pihak penerima," ujarnya.
Sebelumnya KPK pernah didatangi Dewan Pimpinan Pusat Serikat Karwayan PT Garuda Indonesia untuk mengadukan, sejumlah dugaan korupsi di tubuh PT Garuda Indonesia pada 5 Oktober 2011.
Kasus dugaan korupsi di Garuda Indonesia juga pernah dibahas dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan pimpinan KPK jilid 5.
Saat itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, mengatakan belum ada satu pun kasus korupsi Garuda yang dilaporkan serikat karyawan memiliki bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Ada lima kasus yang ditengarai terkait tindak pidana korupsi di PT Garuda Indonesia yang dilaporkan oleh serikat karyawan perusahaan tersebut ke KPK.
Pertama adalah dugaan tindak pidana atas hasil penjualan tiket domestik yang terjadi sejak tahun 2000. Untuk kasus ini, kata Bambang, belum ditemukan indikasi tindak pidana korupsi.
Kasus kedua, dugaan penyimpangan pada restrukturisasi kredit PT Garuda pada bank BNI sejak tahun 2001 yang penanganannya dikoordinasikan KPK dengan Kejaksaan Agung.
Menurut Bambang, berdasarkan hasil koordinasi dengan Kejaksaan Agung, kasus tersebut telah dilakukan penyelidikan oleh direktorat penyelidikan Jampidsus, Kejaksaan Agung, dengan perkembangan terakhir belum ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk dilengkapi ke tahap penyidikan.
Ketiga, dugaan penyimpangan biaya promosi yang sudah dikumpulkan data dan bahan oleh KPK. Dugaan ini juga belum terindikasi tindak pidana korupsi. Kemudian dugaan tindak pidana korupsi dalam pemindahan kantor PT Garuda Indonesia dari gedung Garuda Jl Merdeka Selatan ke gedung Garuda Cengkareng pada 2007.
Kasus ini sudah berada di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Dari hasil kordinasi KPK dengan Kejaksaan Tinggi DKI diperoleh informasi bahwa Kejaksaan Tinggi DKI belum menangani laporan tersebut.
Terakhir mengenai dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan teknologi informasi (IT) komersial PT Garuda Indonesia dengan PT Lufthansa. Pada kasus ini, sudah dilakukan pengumpulan keterangan dengan simpulan terdapat penyimpangan dalam pembayaran tagihan layanan IT oleh Garuda kepada PT LSYI sebesar $US 3.310.007,77 periode Juni sampai Desember 2006.
Penyimpangannya dalam bentuk pembayaran tidak dilengkapi dengan persyaratan sesuai dengan perjanjian.
Namun pembayaran tersebut dikategorikan belum merupakan kerugian negara karena pihak penerima pembayaran yaitu PT LSYI sahamnya dikuasai 100 persen oleh PT Garuada Indonesia melalui anak perusahaannya.
Adapun nilai pengambilalihan (buyback) saham PT LSYI, sebesar $US 5.200.000, berdasarkan hasil penghitungan PT Bahana Sekuritas dinilai berada dalam kisaran nilai yang wajar.