''Kalau Saya Jadi Pak SBY, Bunyi Tweet Saya Begini''
Kalau saya jadi Pak SBY, bunyi tweet saya begini. 'Marilah kita sebagai warga negara Indonesia menahan diri
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mempertanyakan maksud tweet Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono yang diunggah pada Jumat (20/1/2017).
"Tweet itu maksudnya untuk mendinginkan atau memanaskan suasana? Pertanyaannya kan begitu," ujar Qodari saat ditemui di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (23/1/2017).
Qodari menilai bahwa tweet SBY itu cenderung negatif.
Sebab, kicauan SBY itu seakan-akan mengeluh pada fenomena hoax dan fitnah yang terjadi di masyarakat Indonesia, bukan malah mengajak elemen masyarakat untuk memerangi fenomena itu.
"Kalau saya jadi Pak SBY, bunyi tweet saya begini. 'Marilah kita sebagai warga negara Indonesia menahan diri untuk tidak menambah kekeruhan suasana, antara lain dengan tidak cepat percaya membaca informasi dari mana pun juga yang bisa jadi hoax," ucap Qodari.
"'Kedua, ikut menyebarkan berita positif, untuk sama-sama membangun bangsa dan negara'," kata Qodari.
Meski demikian, Qodari memuji jawaban Presiden Joko Widodo atas tweet SBY itu.
Menurut dia, respons Presiden Jokowi lebih mendinginkan suasana.
Qodari berharap semua tokoh bangsa bersikap demikian.
"Yang jelas jawaban Jokowi terhadap masalah ini mendinginkan suasana. Alangkah baiknya para tokoh bangsa, para mantan presiden, semuanya memasuki frekuensi yang sama, yakni mendinginkan suasana," ujar dia.
Presiden Jokowi sebelumnya merespons tweet SBY.
Sebelum mengikuti kompetisi memanah di Bogor, Minggu (22/1/2017), Presiden mengatakan bahwa pemerintah sudah sejak dahulu memerangi berita bohong atau hoax.
Oleh sebab itu, perang tidak boleh terhenti.
"Terus-menerus seluruh masyarakat harus membangun budaya, nilai-nilai kesopanan, nilai-nilai kesantunan dalam berucap," ujar Jokowi.
Jokowi juga mengatakan, "Kalau saya, kerja itu selalu membangun sebuah optimisme, selalu mendorong masyarakat itu bekerja lebih optimistis".(Fabian Januarius Kuwado)