KPK Periksa PNS dan Eks PNS Universitas Udayana
Di kasus ini, KPK menetapkan dua tersangka yakni Made dan Direktur Utama, PT Duta Graha Indah Dudung Purwadi.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana (Unud) Tahun Anggaran 2009-2011.
Hari ini, Selasa (24/1/2016), penyidik KPK memeriksa dua orang saksi, yakni IR I Made Candra yang adalah eks PNS Univ Udayana dan I Wayan Pasgun, PNS Univ Udayana.
"Kedua saksi ini akan diperiksa untuk tersangka MDM (Made Meregawa, Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana)," terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Di kasus ini, KPK menetapkan dua tersangka yakni Made dan Direktur Utama, PT Duta Graha Indah Dudung Purwadi.
Keduanya diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atas suatu korporasi terkait pekerjaan pembangunan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Univ Udayana tahun anggaran 2009-2011 dengan nilai proyek sekitar Rp 120 miliar. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 30 miliar.
Atas perbuatannya, keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sebelumnya pada 2014 KPK juga telah menetapkan Made Meregawa bersama Direktur PT Mahkota Negara Marisi Matondang sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit (RS) Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana pada Tahun Anggaran 2009.
Tersangka MDM diduga melakukan permufakatan dan rekayasa dalam proses pengadaan yang mengakibatkan negara diduga mengalami kerugian sekurangnya Rp 7 miliar dari nilai proyek sekitar Rp 18 miliar.