Mundurnya Sang Rektor UII yang Gemar Iktikaf, Hingga Munculnya Petisi yang Menggugah Empati
Menristek Mohammad Nasir mengapresiasi tindakan pengunduran diri Rektor UII usai kasus meninggalnya tiga mahasiswa UII dalam diksar Mapala Unisi.
Editor: Wahid Nurdin
Ini bukan hanya duka bagi MAPALA UNISI, program studi dan fakultas yang kehilangan mahasiswanya, dan rektorat UII saja. Ini adalah duka bagi kita semua yang masih maupun pernah berada di bawah naungan UII.
Di tengah ramainya berita, barangkali kita perlu mengingatkan diri lagi. Ternyata ada yang tak kalah penting dari kondisi hari ini. Kita tidak boleh berjalan masing-masing. Semuanya harus berdampingan dan pastikan bahwa tidak ada yang berjuang sendirian.
Termasuk Rektor dan jajarannya. Jangan biarkan seolah berjuang sendiri sedangkan kita sibuk komentar, bertanya, kecewa, marah, menuntut. Cukuplah media ramai dengan komentar khalayak umum yang tak jarang membuat kita makin sedih. Namun, ada banyak orang yang harus kita kuatkan agar proses ini tetap berjalan dengan baik dan kita tidak tumbang karena terpaan benci dan luka.
Saya lantas teringat sosok Dr. Ir. Harsoyo, M. Sc. Rektor UII yang akrab disapa Pak Har ini sejak kemarin tidak pernah absen dari segala momen terkait kasus ini. Press conference dihadiri, keluarga korban ditemui, konfirmasi diberikan, dan yang tak kalah penting, beliau tetap seperti biasanya. Tetap menjadi Pak Har yang gemar i’tikaf di Masjid Ulil Albab UII.
Sejak kemarin, di tengah masih banyaknya mahasiswa dan alumni yang sibuk membagikan berita, berkomentar, takut, dan lainnya, teman-teman yang menggawangi rektorat pada khususnya, tidak berhenti saling menguatkan. Tiap berkomunikasi dengan teman-teman di rektorat, tidak ada obrolan tentang komentar terhadap kasus. Tidak ada pula obrolan yang isinya dugaan. Yang ada adalah refleksi dan kekuatan.
Hari ini, jari memang menjadi sebuah kekuatan dalam mengakomodir pemberitaan. Semua tinggal dibagikan. Semuanya dapat dibaca. Kekecawaan yang seolah memuncak tak boleh dibiarkan membelenggu hingga menutup pintu kekuatan yang perlu dibangun bersama. UII dibangun sejak puluhan tahun lalu dengan segala upaya dan tekad, maka, hari ini kita perlu pastikan bahwa kita tidak tumbang.
Empati. Barangkali satu kata itu yang perlu kita perdalam lagi maknanya. Merasakan yang sedang dirasakan orang lain bukan hanya soal rasa, tetapi bagaimana kita mengejawantahkannya. Segala kebaikan yang kita bangun selama ini harus kita teruskan dengan lebih tenang dan arif dalam menghadapi kondisi sekarang. Jangan biarkan Pak Rektor dan rektorat sendirian. Jangan pula biarkan diri kita sendirian dalam sedih dan luka. Kita tahu ini bukan hal ringan dan singkat, maka artinya kita juga tentu tahu bahwa makin banyak sumbu kekuatan yang harus terus dihimpun.
Jangan menjadi pihak yang seolah paling kecewa dan paling berhak marah. Ada keluarga yang ditinggalkan yang tentu lebih berhak merasakan ini. Ada cara berempati yang harusnya kita jadikan prioritas. Kawal, bagikan informasi valid yang memang perlu dibagikan, berdoa untuk korban yang meninggal dan sedang dirawat, berdoa agar tak ada lagi korban, dan yang terpenting, jangan lupa saling menguatkan. Sebab kita UII.
Pernyataan resmi UII dan perkembangan investigasi dapat dibaca di www.uii.ac.id."
Gemar I'tikaf
Di tengah tuntutan berbagai pihak, termasuk dari orangtua korban agar kasus itu dituntaskan, beredar foto mengharukan yang membuat para netizen ikut bersedih.
Rektor UII Dr. Ir. Harsoyo, M.Sc. terlihat sedang iktikaf sendirian di masjid, di saat cuaca sedang hujan.
Foto screenshoot percakapan itu dibagikan akun @lambe_turah pagi ini, Kamis (26/1/2017). Akun tersebut mengatakan memperoleh foto itu dari grup mahasiswa UII.
"Pak Rektor kasian. Td iktikaf sendirian di ulil dr dzuhur sampe habis ashar liat hujan dr jendela," demikian isi percakapan yang tertangkap di foto itu.