Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

JK Membantah, Ada Kepentingan Politik Tertentu di Balik Pemberian Grasi untuk Antasari

"Itu kan soal lama dimohonkan, jadi baru disetujui kan. Jangan digabungkan dengan politik," ujar Kalla.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Choirul Arifin
zoom-in JK Membantah, Ada Kepentingan Politik Tertentu di Balik Pemberian Grasi untuk Antasari
Warta Kota/henry lopulalan
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar (tengah) usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/1/2017). Warta Kota/henry lopulalan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyangkal langkah Presiden Joko Widodo mengabulkan permohonan grasi yang diajukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, bernuansa politis.

Kalla menyebut alasan pemberian grasi itu dengan pertimbangan kemanusiaan.

 "Selalu butuh pertimbangan Mahkamah Agung dan itu (pemberian grasi) murni kepada rasa kemanusiaan bahwa proses itu menurut pandangan Presiden tentu wajar diberikan grasi," kata Kalla di Kantor Wapres, Kamis (26/1/2017).

"Itu kan soal lama dimohonkan, jadi baru disetujui kan. Jangan digabungkan dengan politik," ujar Kalla.

Dikabulkannya grasi yang diajukan Antasari tertuang dalam keputusan presiden (keppres). Kepres itu juga berisi pengurangan masa hukuman Antasari selama enam tahun.

Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi mengatakan, alasan dikabulkannya grasi tersebut adalah adanya pertimbangan Mahkamah Agung yang disampaikan ke Presiden.

Antasari Azhar tetap mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo meskipun sudah mendapat pembebasan bersyarat pada 10 November lalu. Permohonan grasi tersebut telah diajukan melalui kuasa hukumnya, Boyamin Saiman, pada 8 Agustus 2016.

BERITA REKOMENDASI

Antasari mengatakan, jika permohonan grasinya diterima, dia bisa melakukan klarifikasi dan mengajukan rehabilitasi. Sementara itu, setelah menerima grasi, Antasari menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, sore ini. Namun, Antasari bantah akan membahas kasusnya bersama Presiden.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengaku turut merekomendasikan pemberian grasi terhadap Antasari Azhar.

"Sepenuhnya kewenangan Presiden. Saya sendiri merekomendasi begitu," kata Yasonna.

Yasonna mengatakan, pemberian grasi adalah sepenuhnya wewenang dan hak prerogatif Presiden.

Presiden berhak memberi grasi kepada siapa pun yang dianggap pantas menerimanya.

"Menurut saya, dari dasar pertimbangan Presiden ya benar saja. Seperti yang pernah saya bilang sebetulnya, ada sesuatu sebetulnya mengenai kasus beliau," ucap Yasonna.

Namun, politisi PDI-P ini enggan menjelaskan lebih detail mengenai "sesuatu" yang dimaksud dalam kasus Antasari Azhar.

Grasi dikabulkan melalui keputusan presiden (keppres) dan dikirim ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (23/1/2017) lalu.

Untuk diketahui, Antasari sudah menjalani kurungan fisik selama tujuh tahun enam bulan sebelum dinyatakan bebas bersyarat pada tahun lalu.

Sejak 2010, total remisi yang dia peroleh ialah selama empat tahun enam bulan. Dengan demikian, total masa pidana yang sudah dijalani ialah 12 tahun.

Vonis hakim kepada mantan Ketua KPK itu adalah 18 tahun penjara. Pada 2010, Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara atas pembunuhan bos PT Putra Rajawali Bantaran, Nasrudin Zulkarnain. Putusan itu tidak berubah hingga putusan peninjauan kembali.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, wajar terpidana kasus pembunuhan Antasari Azhar mendapatkan grasi atau pengurangan hukuman. Namun, Yusril berpendapat bahwa seharusnya Presiden Joko Widodo memberikan "grasi demi hukum", bukan grasi biasa karena permohonan Antasari.

"Sudah sewajarnya grasi itu diberikan kepada beliau, walau sekarang Pak Antasari sudah berstatus bebas bersyarat. Seharusnya Presiden memberikan 'grasi demi hukum' kepada beliau (Antasari), bukan grasi biasa karena permohonan beliau," ujar Yusril melalui keterangan tertulis.

Yusril menjelaskan, dalam ilmu hukum "grasi demi hukum" dikenal sebagai tindakan yang dapat ditempuh oleh Presiden untuk membebaskan seseorang dari hukuman karena adanya ketidakadilan dalam proses peradilan. Grasi tersebut, lanjut Yusril, tidak bisa dikatakan sebagai intervensi kepada lembaga peradilan.

Selain itu, Yusril juga berpendapat bahwa grasi itu terlambat diberikan. Menurut Yusril, semasa dalam tahanan, Antasari pernah mendiskusikan soal permohonan grasi.

Saat itu, Yusril berat untuk menyetujuinya karena khawatir publik mengira Antasari mengakui dakwaan Jaksa.

Namun, grasi tetap diajukan karena tidak ada jalan lain untuk mengakhiri status terpidana kecuali dengan mengajukan grasi. Apalagi, Antasari sudah dua kali mengajukan PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung dan ditolak.

"Kendatipun saya tetap menghargai grasi yang diberikan Presiden kepada Pak Antasari, namun saya menganggap Pak Antasari sekarang sudah bebas bersyarat setelah menjalani lebih separuh dari pidananya. Waktu selama itu, telah memberikan penderitaan yang luar biasa kepada beliau," kata Yusril. (kompas.com/tribunnews/nicolas manafe/amriyono)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas