KPK Pertimbangkan Jerat Perusahaan Penyuap Patrialis Akbar
KPK akan mempertimbangkan menjerat perusahaan Sumber Laut Perkasa milik Basuki Hariman, tersangka penyuap Hakim MK, Patrialis Akbar.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempertimbangkan menjerat perusahaan Sumber Laut Perkasa milik Basuki Hariman, tersangka penyuap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief, Jumat (27/1/2017) karena tata cara pertanggungjawaban pidana korporasi sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 13 tahun 2016.
"Ada kemungkinan untuk menuntut perusahaan, ini sedang diteliti. Sangat terbuka kemungkinan untuk tanggung jawab pidana korporasi," kata Laode M Syarief.
Menurut Laode M Syarief, pidana terhadap perusahaan milik Basuki perlu dilakukan untuk menimbulkan efek jera. Karena kalau tidak, dikhawatirkan tidak ada efek jera meski Basuki sudah dihukum.
"Contohnya, pembelinya sudah dipidana dan korporasinya masih ada. Lalu dia mengulangi lagi perbuatan yang kami kategorikan korupsi. Ini jadi perhatian kami, jngan sampai terjadi lagi," tambahnya.
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar (PAK) resmi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap oleh KPK.
Selain itu, teman Patrialis yakni Kamaludin (KM) juga ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai perantara suap.
Dalam perkara ini, Patrialis Akbar disangkakan menerima suap dari tersangka Basuki Hariman (BHR) bos pemilik 20 perusahaan impor daging dan sekretarisnya yang juga berstatus tersangka yakni NG Fenny (NGF).
Oleh Basuki, Patrialis Akbar dijanjikan uang sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura terkait pembahasan uji materi UU No 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan.
Baca: Basuki Akui Beberapa Kali Temui Patrialis di Lapangan Golf
Diduga uang 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura itu sudah penerimaan ketiga. Sebelumnya sudah ada penerimaan pertama dan kedua.
Serangkaian OTT pada 11 orang terjadi di tiga lokasi di Jakarta pada Rabu (25/1/2017) pukul 10.00 hingga 21.30 WIB.
Tersangka yang ditangkap pertama yakni Kamaludin (KM) di lapangan golf di Rawamangun Jakarta Timur. Lalu tim bergerak ke kantor milik tersangka Basuki di Sunter Jakarta Utara.
Disana, tim menangkap Basuki dan sekretarisnya NG Fenny serta enam karyawan dari Basuki.
Berlanjut pukul 21.30 WIB, tim mengamankan Patrialis Akbar bersama seorang perempuan di pusat perbelanjaan Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Dalam rangka pembahasan uji materi UU No 41 tahun 2014, Basuki dan NG Fenny melakukan pendekatan ke Patrialis melalui teman Patrialis bernama Kamaludin.
Pemberian suap itu dimaksudkan agar bisnis impor daging sapi milik Basuki semakin lancar.
Setelah adanya komunikasi antar mereka, akhirnya Patrialis menyanggupi membantu terkait permohonan uji materi.
Dalam OTT ini, KPK juga mengamankan barang bukti berupa dokumen pembukuan perusahaan, voucer beli mata uang asing dan draf putusan perkara No 129 yang diamankan di lapangan golf, Rawamangun.
Atas perbuatannya Patrialis dan Kamaludin diduga sebagai penerimaa suap dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara tersangka Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Paasal 13 UU No 31 tahun 1999 diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.