Kasus Dugaan Pelanggaran HAM di Wamena dan Wasior Dilanjutkan
Penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Wamena pada tahun 2003 dan di Wasior pada tahun 2001 lalu, akhirnya dilanjutkan.
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Trbunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Wamena pada tahun 2003 dan di Wasior pada tahun 2001 lalu, akhirnya dilanjutkan.
Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, mengatakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah diperintahkan untuk melengkapi berkas dua kasus tersebut.
Menurut Wiranto, Jasa Agung telah mengembalikan berkas kasus tersebut kepada Komnas HAM sebagai penyelidik.
Komnas HAM harus melengkapi berkas penyelidikan yang masih belum lengkap atau kurang jelas.
"Antara lain antara pelaku, korban, baik sipil maupun kelompok separatis bersenjata," ujar Wiranto dalam konfrensi persnya di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017).
Sama seperti kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM lainnya yang ditangani pemerintah, untuk mengungkap kasus Wamena dan Wasior tidak mudah.
Pemerintah dan Komnas HAM menurut Wiranto kerap kali menemui kendala teknis yang mengambat proses penyelidikan.
Ia mencontohkan di Papua, saat pihaknya harus melakukan otopsi jenazah, ternyata ada ketentuan adat yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan otopsi.
"Sehingga bukti satu-satunya sulit didapatkan, artinya kita berusaha untuk menyelesaikan apakah untuk mengatasi masalah teknis," katanya.
Sedangkan terkait kasus dugaan pelanggaran HAM lainnya, termasuk pelanggaran HAM berat masa lalu seperti kasus 1965, kerusuhan Tanjung Priok, Penembakan Misterius (Petrus), kasus Talangsari, hingga peristiwa seputar 1998, diselesaikan lewat proses nonyudisial.
"Bentuknya seperti apa, kita nanti akan membahasnya," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komnas HAM, Imdadun Rahmat, mengatakan setelah berkas rampung di Kejaksaan, proses selanjutnya adalah persidangan.
Kasus Wamena dan Wasior tidak akan disidang di pengadilan ad hoc.
Namun, akan disadang dalam pengadilan biasa sesuai undang-Undang Nomor 26 tahun 2000.