Mungkinkah Menindak Buzzer yang Beraksi Saat Masa Tenang?
"Kampanye di media sosial memang sangat berpengaruh. Apalagi dalam menyebar fitnah dan hoax."
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Juri Ardiantoro mengakui selama ini penyelenggara pemilu kesulitan untuk mengantisipasi aktivitas kampanye di media sosial selama masa tenang jelang pemilu.
Pasalnya, aktivitas kampanye tidak hanya oleh akun resmi pasangan calon, melainkan juga dilakukan oleh para "buzzer".
Sementara, saat ini tidak ada peraturan, mekanisme dan kapasitas untuk menghentikan aktivitas para buzzer tersebut, khususnya selama masa tenang menjelang Pilkada serentak 15 Februari 2017.
"Kampanye di media sosial memang sangat berpengaruh. Apalagi dalam menyebar fitnah dan hoax. Tapi selama ini memang tidak ada mekanisme untuk menghentikan itu," ujar Juri saat ditemui di kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (7/2/2017).
Hal senada juga diungkapkan oleh Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay. Menurut dia, kesulitan mengatur buzzer agar berkampanye sesuai aturan tidak hanya terjadi di Indonesia. Banyak negara juga mengalami hal yang sama.
Dia berharap ke depannya ada mekanisme dan aturan untuk membatasi kegiatan kampanye di media sosial.
"Ke depan kita harus cari cara. kalau KPU, ya cuma bisa mengimbau, tidak punya otoritas menyetop. Kami berharap yang punya otoritas menyetop seperti Bawaslu itu bisa melakukannya," ucap Hadar.
Pada kesempatan yang sama, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjuntak mengatakan, sesuai peraturan, Bawaslu hanya bisa menindak akun-akun resmi pasangan calon jika terjadi pelanggaran kampanye saat masa tenang.
Sementara Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk menindak akun pribadi yang bertindak sebagai buzzer.
"Akun yang dibuat oleh paslon dan resmi didaftarkan di KPU itu bisa kami hentikan, tetapi kalau yang lain-lain memang tidak bisa diatur," ujar Nelson.
Menurut Nelson, sulit bagi Bawaslu untuk mengantisipasi buzzer, selain memberikan imbauan agar mereka tidak melanggar aturan kampanye.
Dia berharap ada satu mekanisme dan sanksi yang jelas terhadap para buzzer kampanye. Sebab tidak menutup kemungkinan para buzzer itu sengaja dibentuk oleh para pasangan calon peserta Pilkada.
"Saya yakin tidak akan mungkin di manapun, negara secanggih apapun, tidak akan mungkin menghentikan kegiatan-kegiatan berbau kampanye yang dilakukan oleh orang per orang dengan menggunakan media sosial," ungkapnya.
"Sama dengan perilaku buzzer, orang-per-orang dalam kampanye itu tidak akan bisa juga kita tindak karena tidak ada aturan yang melarang mereka dan menyatakan sebuah kejahatan atau sebuah pelanggaran hukum," kata Nelson.