Koalisi Pemantau Peradilan Kritisi Pemilihan Ketua MA yang Tertutup
Beberapa lembaga hukum yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan mengkritisi rencana tersebut.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Negara Mahkamah Agung (MA) akan melaksanakan pemilihan ketua baru besok Selasa (14/2/2017).
Beberapa lembaga hukum yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan mengkritisi rencana tersebut.
Lembaga hukum yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan antara lain Indonesia Corruption Watch (ICW), Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia(PBHI), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, LBH Masyarakat, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), ILR, MaPPI FHUI, LeIP, PSHK, ICEL, dan ICJR.
Menurut mereka MA tidak transparan dalam proses pemilihan tersebut.
"Kami juga baru tahu menjelang akhir pekan kemarin. Sangat mendadak dan hingga kini kami juga belum tahu siapa saja yang masuk bursa kandidat ketua," kata Lalola Easter dari ICW.
Pernyataan itu disampaikannya dalam konferensi pers Koalisi Pemantau Peradilan di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (13/2/2017).
Totok Yuliyanto dari PBHI menjelaskan bahwa pemilihan Ketua MA harus disaksikan langsung oleh masyarakat dan pers sebagai pengawas independen.
"Karena sebagai lembaga tinggi negara, MA menjadi bagian penting dan tidak terpisahkan dalam memastikan perlindungan hak warga negara. Begitu juga dengan reformasi peradilan, sayang kalau dilakukan tertutup dan diam-diam.
MA sendiri memang belum membuka daftar kandidat ketua MA yang baru.
Ketua MA saat ini, Hatta Ali disebut akan maju lagi mengingat usianya yang masih 67 tahun.
"Ia berpeluang menjadi Ketua MA sampai tahun 2020 karena batas akhir Ketua MA adalah 70 tahun. Selain itu kami belum tahu siapa saja kandidatnya," ujar Totok Yuliyanto.